Rabu, 22 September 2010

Gelora Cinta




Pendahuluan:

Kitab Kidung Agung secara keseluruhan adalah merupakan deretan kisah perjalanan cinta Raja Salomo.  Kata-kata yang digunakan sangat puitis dan romantis, tentu dikontekkan dengan kebiasaan dari kehidupan bangsa Israel pada masa itu. Misalnya  bisa kita baca di pasal 4:1-4. Puncaknya pada pasal 8:5-7 ini kita menemukan karakter dari cinta yang sesungguhnya.

Di dalam Gelora Cinta ini kita menemukan sebenarnya ada 3 karakter cinta yang begitu kuat:

Isi:

Apakah 3 karakter yang begitu kuat tersebut adalah :

  1. Keingintahuan tentang si dia ( ay. 5)

Menurut beberapa tafsiran kisah cinta ini bukan merupakan kisah cinta Raja Salomo tetapi kisah cinta seorang gadis.  Gadis desa ini, beberapa kali didatangi oleh Salomo, seperti biasanya Salomo selalu menggunakan jurusnya yang khas, yakni mempergunakan kata-kata puitis, menunjukan identitasnya sebagai raja, dan bahkan menawarkan harta. Tetapi gadis desa tersebut sama sekali tidak tertarik, tidak memberikan respon, tidak tergiur dengan rayuan Raja Salomo malah dikisahkan bahwa gadis desa itu, sedang asik berpacaran dengan kekasihnya seperti biasa, karena wilayahnya di Israel dan gadis desa, mereka memadu cinta dipadang gurun sambil bersederan pada sang pria.

Melihat hal tersebut terjadi, Salomo terkejut dan bertanya, siapakah dia yang bersandar pada kekasihnya?  Pertanyaan Salomo ini adalah sama seperti kita yang pada waktu dulu bertanya dalam hati tentang seorang  gadis yang sangat kita sukai, yaitu yang sekarang sudah menjadi istri kita.  Waktu pertama kali kita melihatnya, kita bertanya-tanya: siapa dia, dimana rumahnya, dia sudah punya pacar atau belum, berapa umurnya, nomor hpnya berapa dll segudang pertanyaan lainnya. Tapi ujung-ujungnya, adalah: mau nggak dia menjadi pacar saya? He…   kalau dilanjutkan mau nggak jadi istri saya? Setelah dia jadi istri kita, seringkali nggak ada muncul pertanyaan-pertanyaan lagi? Mengapa karena dia sudah menjadi istri kita, kita merasa sudah tahu tentang dia.

Padahal yang saya pelajari dari Salomo adalah jangan berhenti untuk cari tahu. Setelah Salomo cari tahu gadis tersebut, baru Salomo berkata, “oh gadis itu to, yang waktu itu dia tidur di bahwa pohon apel saya bangunin, yang dulu aku pernah pergi ke kampungnya atau kerumahnya temapat ia dilahirkan.” – ada kemungkinan Salomo juga bertemu serta bercakap-cakap dengan orang tuanya waktu itu.


Aplikasi:  Dari hal ini kita harus belajar mau tahu tentang istri atau suami kita.  Jangan hanya waktu naksir dan pacaran saja kita menggebu-gebu ingin tahu tentang si dia, tetapi setelah menikah pun semangat tersebut harus tetap ada.  Istri saya menjadi contoh yang baik bagi saya, setelah kami menikah dia hampir rutin sms pada saat saya pergi dari rumah, entah itu menanyakan sudah sampai belum, pertemuannya sudah selesai belum, sudah makan belum.  Hal ini mengingatkan saya pada waktu pacaran dulu, kami sangat senang bertanya tentang keadaan satu sama lain dan berbagai informasi.  Setelah mneikah saya kurang melakukan hal tersebut, tetapi saya kembali diajar oleh Tuhan melalui Firman Tuhan ini, saya harap bapak dan ibu juga demikian.

  1. Keintiman yang tak tergoyahkan (ay.  6)

Cinta si gadis desa kepada sang pria kekasihnya itu sangat erat.  Dari cara dia bersandar pada sang kekasihnya menginsyaratkan bahwa dia telah menaruh hati pada pria tersebut, tidak terbagi kepada yang lain dan tidak bisa tergantikan oleh seorang pun, meski orang itu adalah raja.  Mereka berpegangan tangan, mengungkapkan tentang kesehatian, cinta mereka begitu kuat, mereka berkata seolah-olah hidupmu adalah hidupku, tidak ada yang bisa memisahkan mereka kecuali cinta itu sendiri yang pergi meninggalkan mereka.
Melihat kegigihan cinta keduanya, Salomo hanya bisa berkata cinta mereka seperti materai yang begitu kuat menyatu. Tak mungkin dipisahkan lagi, karena nyalanya seperti nyala api Tuhan tak ada yang berani mendekat, seorang raja pun tidak berani.
Kekuatan alam pun tidak dapat mengubah cinta mereka.  Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya.  Mereka begitu intim, keintiman itulah yang membawa mereka tidak terserat arus sungai.  Permaslahan boleh ada, masalah boleh datang, pria-pria ganteng, berduit, dan berdasi boleh ada, wanita-wanita cantik boleh ada tetapi mereka tidak takut karena mereka menaruh satu sama lain di dalam hati, menopang satu sama lain.

Aplikasi:  Saya rasa keintiman yang tak tergoyahkan harus ada pada setiap keluarga.  Hati suami ditaruh dihati istri, hati istri ditaruh dihati suami, lengan istri ditaruh diengan suaminya, begitu juga sebaliknya.  Tidak ada orang lain yang boleh mendekat kecuali suami, tidak boleh ada orang lain yang menghanyutkan hati kita, keculai istri, tidak ada orang lain yang boleh menyalakan api cinta kecuali kedua insan yang telah Tuhan satukan.


  1. Hatinya hanya tertuju kepada kekasih pujaannya (ay. 7)

Di sini kita menemukan kedalaman cinta sejati.  Si gadis desa bukan hanya tidak tertarik pada identitas kerajaan Salomo, tetapi dia juga tidak tertarik kepada hartanya.  Awalnya Salomo merayu gadis tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya raja Israel, setelah wanita tersebut tidak tertarik, dia berkata kalau kamu mau segala harta dalam rumahku, bahkan istanaku akan kuberikan tetapi wanita itu juga tidak tertarik, bahkan menolaknya mentah-mentah. Wanita itu tetap tinggal didesa dan menjalani hidup bersama kekasihnya itu. Melihat sikap gadis tersebut Salomo merasa sangat terhina karena dia seorang raja, lalu cintanya ditolak oleh gadis desa.  Sehingga dia berkata,”sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.


Aplikasi:  Harta tidak boleh menjadi fokus utama dalam hidup kita.  Sebagaimana gadis desa, dia fokus pada cintanya dan bukan pada harta.  Hati kita juga harus fokus pada orang yang kita cintai, bukan pada hartanya.  Harta itu hal yang kedua.  Seringkali setelah kita berkeluarga pandangan ini kita balik.  Harta pertama keluarga kedua.  Salomo berkata orang yang menaruh hati kepada harta bukan pada cinta, mereka pasti akan dihina.


khotbah