Rabu, 30 Maret 2016

Pengorbanan Yang Tidak Sia-sia



Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.Yohanes 3:16-18

Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu. 1 Petrus 2:21 - 25

Dua bagian firman Tuhan yang kita baca dengan segera membawa kita untuk melihat kehidupan dari sudut pandang kebenaran yang sangat menakjubkan bahwa keselamatan yang kita terima itu semua karena prakarsa Allah seutuhnya.  Allah yang dengan sengaja mengutus Anak yang dikasihi-Nya untuk menyelamatkan orang yang percaya supaya memperoleh hidup yang kekal.  Ada beberapa penekanan yang sangat penting yang perlu untuk kita perhatikan, mengapa pengorbanan yang Dia kerjakan tidak sia-sia?

1.   Pengorbanan itu Ia kerjakan di dalam Kasih-Nya
Kasih adalah merupakan suatu kata penting di dalam kehidupan, kalau boleh saya katakan - baik di dunia maupun di dalam surga.  Allah Bapa mengasihi Yesus Kristus (Yoh 15:9), demikian sebaliknya, kasih adalah menjadi ciri kehidupan surgawi yang membumi.  Sehingga Alkitab mencatat bahwa Allah tidak egois dalam kasih-Nya, Ia sangat mengasihi dunia sehingga Ia mengutus Yesus untuk mengerjakan kasih-Nya itu (Yoh 8:42;17:4).  Proyek Allah yang sangat besar adalah mengasihi dunia.  Itu yang Alkitab tegaskan.  Allah adalah master plan dari proyek itu, dan Yesus adalah pelaksana dari proyek itu dan Roh Kudus adalah peneguh dan jaminan dari proyek itu sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya (Ef 1:11-14). Proyek kasih adalah proyek yang tak mudah, memerlukan pengorbanan karena yang Ia kasihi adalah orang yang lemah, orang yang masih berdosa dan orang yang melawan-Nya (Roma 5).  Proyek ini kiranya membuat kita tersentak karena memang Allah adalah kasih (1Yoh 4:8) dan kasih-Nya telah dicurahkan di dalam hati kita (Roma 5:5).  

Karena itu adalah bijak bila kita yang telah menerima kasih Allah meninggalkan dosa dan hidup dalam kebenaran. Bobot dan kualitas dari kehidupan seorang yang sudah ditebus menjadi berbeda.  Dulu hidup untuk dosa maka sekarang hidup untuk kebenaran.  Dulu menolak Kristus maka sekarang meneladani kehidupan Kristus.  Dulu mengikuti jejak Adam, maka sekarang mengikuti jejak sang Juruselamat.  Pengorbanan Allah tak mungkin dibantah oleh sejarah dan oleh orang-orang yang menolak-Nya karena sejatinya pengorbanan-Nya itu tersimpan kuat dalam kasih yang kekal itu.  Ia mengasihi dunia dengan kasih secara umum dan semua orang bisa menikmatinya.  Tetapi dalam kualitas kasih-Nya yang kekal maka Ia mengasihi manusia secara khusus, ini yang disebut sebagai spesial Grace, hanya orang yang percaya kepada-Nyalah yang menerima kualitas kasih yang kekal itu.  Di dalam kualitas kasih yang kekal Ia mengasihi manusia sebelum dunia di jadikan, karena ternyata sebelum dunia dijadikan Ia telah memilih mereka dan menentukan mereka sejak semula untuk menerima bagian dalam pemilihan itu.  Akan tetapi di dalam kualitas kasih-Nya yang kekal itu, Ia mengasihi kita saat kita masih menikmati kelemahan kita, saat kita masih menikmati hidup dalam dosa dan saat kita menikmati perseteruan dengan Allah.  Itu sebab sangatlah tepat bila Allah mengasihi kita hanya karena kasih-Nya. Di dalam kasih itu tersimpan kemurahan Allah yang tiada tara, meski manusia tidak dapat meraih kasih-Nya tetapi Ia berikan di dalam anugerah-Nya. Anugerah itulah yang membuat kita bisa menerima kasih Allah.

Tanpa kasih pengorbanan yang kita lakukan menjadi hambar.  Tetapi karena kasih kita tahu bahwa kualitas pengorbanan itu sama nilai-Nya dengan diri-Nya sendiri.  Ketika kita memandang salib maka seharusnya kita mampu melihat pesan yang tersimpan di dalamnya karena di dalam salib itulah terletak secara sempurna kasih Krisus.  Ia rela disesah, dicambuk diludahi dan dianiaya serta dianggap sebagai penjahat.  Memikul salib bagi-Nya adalah jalan kesukaan karena Dia tahu bahwa di dalam salib itulah Ia memikul beban dosa manusia.  Ia memang tidak layak tetapi Ia memilih untuk melakukan-Nya.

Pengorbanan dan kasih mempunyai hubungan yang sangat erat.  Kasih tanpa pengorbanan adalah hambar adanya.  Namun pengorbanan tanpa kasih adalah sia-sia belaka. Karena itu mengasihilah dan berkorbanlah.  Sebaliknya berkorbanlah dan lakukanlah karena kasih.  Di dalam dunia ini terlalu banyak orang yang penuh cinta kasih tetapi tidak mau berkorban.  Dan terlalu banyak orang yang berkorban secara luar biasa tetapi tanpa kasih karena ternyata ada kepentingan di dalamnya. Bila ada yang rela berkorban karena kepentingan berarti memang ada udang dibalik batu, lambat laun maksud itu akan tersingkap. Namun bila ada yang rela mengasihi tanpa mau berkorban maka siap-siaplah kasih yang hambar adanya.Bila kita ingin mengetahui kasih seseorang maka kita dapat melihatnya dari apa yang ia miliki dan apa yang ia berikan. Allah memiliki Anak-Nya yang tunggal dan Anak-Nya yang tunggal itulah yang Ia berikan kepada dunia.

Seorang penginjil India, Sundar Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan ketika sedang melakukan perjalanan. Saat banyak orang berusaha memadamkan api, ada sekelompok orang yang memandangi sebuah pohon yang dahan-dahannya mulai dijalari api. Seekor induk burung dengan panik terbang berputar-putar di atas pohon. Induk burung itu mencicit kebingungan, seakan-akan mencari pertolongan bagi anak-anaknya yang masih di dalam sarang. Ketika sarang mulai terbakar, induk burung itu tidak terbang menjauh. Sebaliknya, ia justru menukik ke bawah dan melindungi anak-anaknya dengan sayapnya. Dalam sekejap, ia beserta anak-anaknya hangus menjadi abu. 

Lalu Singh berkata kepada orang-orang itu, "Kita baru saja melihat hal yang luar biasa. Allah menciptakan burung yang memiliki kasih dan pengabdian begitu besar sehingga rela memberikan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya .... Kasih seperti itulah yang membuat-Nya turun dari surga dan menjadi manusia. Kasih itu juga membuat-Nya rela mati sengsara demi kita semua." 

Cerita di atas adalah sebuah ilustrasi yang mengagumkan akan kasih Kristus kepada kita. Kita juga berdiri dengan takjub saat merenungkan api penghakiman suci yang membakar Bukit Kalvari. Di sanalah Kristus bersedia menderita dan "memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib"

2.      Pengorbanan itu Ia kerjakan di dalam Keadilan-Nya
Allah berkorban dalam keadilan-Nya. Pengorbanan yang Ia kerjakan menjadi penggenapan semua korban yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di dalam perjanjian lama, yang tidak sempurna itu.  Semuanya itu disempurnakan di dalam keadilan Allah.  Di dalam keadilannya, Ia menuntut bahwa semua orang berdosa harus dihukum dan itulah keadilan.  Alkitab berkata bahwa semua orang telah berbuat dosa (Roma 3:23), itu artinya bahwa semua orang sedang berada dibawah penghukuman. Penghukuman itu berupa kematian, karena Alkitab berkata bahwa upah dosa adalah maut (Roma 6:23).  Kematian sedang menanti semua orang yang telah jatuh dalam dosa. Namun karena kasih, maka Allah rela menganugerahkan Anak-Nya yang tunggal.  Di dalam kasih-Nya, Allah tidak meniadakan keadilan.  Ia tetap dengan tegas menindak dosa itu dan menghukum mereka yang berbuat dosa.  Di kayu salib kita bukan hanya bisa melihat sucinya kasih Allah tetapi di salib itu kita juga dibawa untuk melihat bertapa murkanya Allah pada dosa manusia. Bila kita ingin melihat keadilan Allah tetaplah dan amatilah dengan sungguh peristiwa salib itu dan tersentaklah.  Ia sungguh adil namun Ia rela berkorban sehingga Anak-Nya yang satu-satunya itu Ia korbankan.  Keadilan yang harusnya ditimpakan kepada manusia yang berdosa,  Ia timpakan kepada Anak-Nya yang sangat dikasihi-Nya.  Tidak mudah memahami keadilan Allah karena adil yang sebenarnya, yaitu menimpakan kesalahan pada orang yang berbuat salah.  Dan ini mengingatkan kepada kita bahwa pengorbanan dan keadilan menyatu dengan harmonisnya. Di dalam keadilan Allah, Ia berhak memilih orang yang diselamatkan dan mereka yang ditentukan binasa.  Kalau Allah benar-benar adil maka Ia harus menghukum semua orang dan semua pasti binasa.  Tetapi justru disatu sisi keadilannya membawanya untuk memilih  orang yang ditentukannya sejak semua, dan itu adalah sisi keadilan-Nya.

Seorang kakak yang menjadi hakim, suatu saat dia harus mengadili adiknya sendiri yang terlibat dalam kasus pembunuhan akhirnya karena kakaknya harus melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan harus memutuskan semua perkara dengan benar, akhirnya ia menjatuhi hukuman kepada adiknya. Namun karena kasihnya, maka dia minta agar dialah yang menggantikan hukuman yang seharusnya di tanggung oleh adiknya itu. Dan dia memindahkan baju tahanan dari tubuh adiknya kepada dirinya sendiri.  

Inilah fakta dari keadilan Allah bahwa Ia telah sungguh adil dalam penghakimannya dan dia bertindak tegas atas dosa.  Tetapi Dia pun tidak bisa menyangkali bahwa Ia begitu mengasihi manusia sehingga Ia rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal itu untuk memenuhi keadilannya.  Sehingga tuntutan terhadap keadilan telah ditanggung oleh Yesus Kristus sehingga kematian itu tidak ditimpakan-Nya kepada manusia tetapi ditimpakan-Nya kepada Anak yang Ia kasihi itu.

3.      Pengorbanan itu Ia kerjakan di dalam harapan agar kita mati terhadap dosa dan hidup untuk kebenaran
Kita yang telah ditebus oleh-Nya karena Ia menginginkan kita untuk mengikuti jejak-Nya yang tidak berdosa, maka seharusnyalah kita untuk mematikan dosa.  Apakah dosa-dosa yang perlu kita matikan, di dalam Kolose adalah hal-hal yang Paulus harapankan dari dosa-dosa Jemaat yang harus dimatikan.  Namun kepada kita masing-masing tentu kita harus bersikap tegas terhadap dosa dan meninggalkannya, lalu hidup untuk kebenaran.  Mengapa perlu hidup untuk kebenaran? Karena kita telah diperbaharui di dalam Kristus (roh dan pikiran), sehingga mentaati kehendak Allah dan memuliakan nama-Nya.  Dia berkorban dengan tujuan yang sangat penting agar kita bebas dari ikatan dosa dan menerima kehidupan yang baru. Kebenaran Allah menjadi kesukaan kita sehingga kita menjadi seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air dan menghasilkan buah pada musimnya. Hidup dalam kebenaran itulah tenda orang yang sudah merdeka, mereka tidak membiarkan diri diperhamba oleh dosa tetapi mereka membiarkan diri hidup sebagai hamba Allah (1 Petrus 2:16).

4.      Pengorbanan itu Ia kerjakan agar kita memperoleh hidup yang kekal
Akhirnya, pengorbanan itu bukanlah pengorbanan yang biasa tetapi pengorbanan yang mematikan kuasa maut dan membuka pintu kehidupan bagi mereka yang percaya. Hidup yang kekal adalah tujuan-Nya bagi kita.  Ia tidak rela kita binasa dalam kekekalan tetapi Dia rindu agar kita menikmati kehidupan bersama-Nya di dalam kekekalan.  Dua tempat bisa sama-sama kekal, tetapi kekekalan yang mereka terima karena percaya kepada Yesus dan yang tidak percaya tentu sangat berbeda.  Yang percaya bersekutu dengan pencipta-Nya dan yang tidak percaya menerima hukumannya dan binasa. Hidup yang kekal bukanlah suatu hal yang mudah untuk diraih.  Pandangan universal berkata bahwa hidup kita pada akhirnya akan diterima oleh semua orang sebab mereka beranggapan bahwa karena Allah sangat mengasihi dunia maka suatu saat semua orang akan diselamatkan.  Namun Alkitab menegaskan bahwa keselamatan atau hidup kekal itu diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya.  Karena ini spesial grace, hanya bagi mereka yang percaya saja. Kalau begitu apakah Allah pilih kasih?  Tentu saja tidak, karena Ia telah mengundang manusia untuk datang kepada-Nya tetapi mereka menolak-Nya.  Dan memang Ia sangat berhak untuk memilih karena apa haknya manusia menuntut Allah agar menyelamatkan mereka.  Allah tahu persis apa yang harus Ia lakukan dan kitatidak perlu mendiktenya.  Biarlah anugerah hidup yang kekal menyadar ingatkan kita akan kasih Allah bagi kita manusia yang berdosa. Nikmati persekutuan dengan-Nya, bukan hanya nanti saat kita tiba di surga tetapi mulailah dari kehidupan kita di dunia ini.  Hidup yang kita jalani sebetulnya akan menunjukan bahwa apakah sebetulnya kita telah menikmati pengorbanan-Nya yang tidak sia-sia itu. 

Doa Bagi Pemimpin Rohani



Kitab Ibrani merupakan kitab yang paling penting karena mengupas secara ketat mengenai Kristologi dan prinsip-prinsip rohani yang praktis berupa nasihat-nasihat, bimbingan dan penghiburan agar Jemaat Ibrani selalu memelihara kasih - persaudaraan, peduli kepada sesama yang tertindas, hidup hormat dalam perkawinan, tidak menjadi hamba uang, mengingat dan mencontohi iman para pemimpin rohani, memaknai pengorbanan dengan benar -  berbuat baik dan mentaati pemimpin serta berdoa bagi mereka.

Seorang pemimpin adalah seseorang yang selalu diharapkan bisa menjadi contoh, dapat diteladani, rela berkorban dan mau menyangkal diri demi orang-orang yang dipimpinnya.  Karena itu mengawasi diri dan ajaran agar tetap sejalan dengan kebenaran firman Tuhan dan hidup menjadi panutan dalam banyak hal tentu sangat perlu dilakukan. Sehebat apapun seseorang tentunya seorang pemimpin juga memiliki berbagai titik-titik kelemahan yang mungkin saja bisa menjadi celah untuk godaan dan cobaan hingga terperangkap dalam siasat dari si jahat. Itu sebab, penulis surat Ibrani secara sadar meminta kepada Jemaat agar mereka didukung terus di dalam doa.  Mereka mengakui kelemahan diri lalu menyerahkan diri pada tangan yang Ilahi. Hal ini sebetulnya hendak memberikan sebuah pesan penting bahwa sehebat apa pun manusia, ia tetaplah perlu tangan Allah menolongnya. Kita Perlu Tuhan dan harus mengakui dengan berani bahwa sesunggunya kita terbatas dan hanya Allah saja yang tidak pernah terbatas.

Di dalam khotbah ekposisi yang disampaikan oleh Pdt. Stephen Tong berkaitan dengan ayat 18 ini, maka ia mengatakan bahwa, “Mengapa mereka perlu dukungan doa?  Karena tantangan  di dalam pelayanan sangat berat dan berbagai macam tantangan tersebut bisa saja datangnya dari dalam dan  bisa juga dari luar Jemaat/gereja.  Tentang yang lain lagi bisa berupa peperangan rohani yang sengit melawan kuasa si jahat dalam memberitakan injil kepada jiwa-jiwa yang berdosa, membuka rahasia Injil, keberanian untuk berbicara tentang dosa dan membuka rahasia setan.” Semua tantangan yang ada tidak harus membuat kita lemah tetapi hendaknya membuat kita terus teguh berdiri di dalam keyakinan yang benar dan bersandar pada kuasa Tuhan. Karena itu penting bagi kita untuk mengetahui bahwa hati nurani kita telah dikuasai oleh kebenaran sehingga kita selalu ingin melakukan sesuatu yang baik agar tidak ada celah bagi si jahat untuk menggugat dan membantahnya.  Namun harus kita sadari bahwa ternyata banyak sekali pemimpin-pemimpin yang telah rusak hati nuraninya sehingga bukan hal yang baik yang ingin dilakukannya tetapi justru yang jahat.  Seseorang yang memiliki hati nurani yang murni dipastikan akan memiliki integritas, tidak munafik (bermuka dua) dan dapat dipercaya. Itulah sebabnya rasul Paulus dengan bersungguh hati melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Motivasinya tulus yaitu hanya ingin menyenangkan hati Tuhan, bukan manusia. Paulus berkata, “Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia.”  (Kisah 24:16). Apa rahasia kemenangan Paulus sehingga ia tidak sampai tergeletak? Paulus, bukan hanya berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada, melainkan juga masih bisa menolong dan memberi kekuatan kepada orang-orang yang dilayaninya. Salah satu kuncinya adalah memiliki hati nurani yang murni! Untuk itu doa bagi mereka yang menjadi pemimpin sangat diperlukan dan begitu penting agar Allah selalu menopang dan memimpin agar tidak tersesat. Mawas diri dan bergantung penuh pada Tuhan dengan terus menjaga hati nurani yang murni itulah yang patut dilakukan oleh seorang pemimpin rohani.

Jumat, 04 Maret 2016

Yesus Sang Pemimpin Sejati



Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. Ibrani 13:8. Di dalam Ibrani 13:7, penulis surat Ibrani telah menjelaskan tentang perlunya bagi orang percaya untuk mengingat, memperhatikan dan mencontoh iman para pemimpin mereka yang telah gigih berjuang dalam pelayanannya.  Quintilianus, seorang ahli pidato bangsa Romawi mengatakan bahwa, “Adalah baik sekali untuk mengetahui dan senantiasa mengingat kembali semua teladan yang telah diperbuat orang pada zaman dahulu.” Terutama mereka yang telah berbuat kebaikan dan mengajarkan tentang kebenaran firman Tuhan kepada kita melalui iman dan teladan hidupnya.  Meski mereka datang dan pergi karena keterbatasan yang mereka miliki sebagai manusia.  Terkurung dalam batasan jamaniah yang tak terelakan bagi tiap pengembara di dunia.  Sebab sehebat apapun mereka berkarya, cepat atau lambat akhirnya pintu kehidupan akan ditutup juga.  Tinggal waktunya untuk menghadap yang kuasa.  Mewariskan teladan bagi mereka yang masih hidup yang berjuang dalam dunia dan mempertanggungjawabkan semua yang dikerjakannya kepada Bapa di surga.

Setelah mengulas tentang para pemimpin yang perlu diperlakukan secara wajar dan benar.  Maka penulis surat Ibrani beralih pada gagasan yang lebih besar dan lebih utama, kini menyorot pada sosok Yesus Kristus yang merupakan pemimpin sejati itu.  Baginya Kristus adalah sentral dari berita dan kehidupan orang percaya.  Ia tidak pernah berubah dulu, sekarang dan untuk selama-lamanya.  Kualitas kasih-Nya, kuasa-Nya dan karya-Nya tidak pernah berubah.  Keunggulan-Nya tetap sama dan kepemimpinan-Nyapun untuk selama-lamanya. Tidak ada yang bisa menggugat dan membantahnya.  Keagungan yang ada pada-Nya telah merubah sejarah hidup manusia sehingga mereka yang percaya kepada-Nya memiliki jaminan tentang kehidupan yang kekal.  Pemimpin dunia saja kita hormati sedemikian rupa karena karya dan jasa yang mereka lakukan. Apalagi mereka yang telah berjuang dalam jerih payah bahkan darah untuk kepentingan kerajaan Allah.  Mereka berlayak mendapatkan penghargaan dari orang-orang percaya setidaknya dengan diingat, diperhatikan dan dicontohi teladan imannya.  Penghormatan yang tertinggi patut kita arahkan kepada Yesus Kristus yang adalah kepala Gereja yang dengan rela dan kasih menerobos masuk pada dunia manusia yang hina.  Lahir, mati, dan bangkit serta berjanji akan datang kembali. Di dalam tangan-Nya tersimpan rahasia Ilahi yang tak mungkin manusia pahami sepenuhnya. Keberadaan-Nya yang tetap sama, tidak berubah seakan ingin mengungkapkan kepada kita bahwa tidak ada satu hal pun yang dapat menyingkirkan-Nya dari dunia ciptaan-Nya.  Di dalam dalam dunia yang bisa berakhir, Dia adalah satu-satunya Pribadi yang terus –menerus ber-ADA. Ia terus layak dikenal, dipuji, dihormati dan disembah di sepanjang masa.  Proses waktu tidak dapat meniadakan keberadaan-Nya.  Eksistensinya tetap utuh dan tak pernah berkurang sedikitpun.  Dengan demikian semua orang percaya dapat memahami dan mengenal-Nya dalam keutuhan keberadaan-Nya.  Ia adalah Allah yang hidup, yang tidak bisa digeser oleh kefanaan dan kejahatan yang ada di dalam dunia ini.

Pada akhirnya harus kita akui bahwa segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini bisa berubah, bisa bergeser, bisa bergincang, bisa berakhir dan akan berlalu.  Termasuk mereka yang berjuang dalam keimanannya demi hormat Bapa di surga akan berlalu.  Namun Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.  Ia adalah pemimpin sejati, yang terus ada dari kekal sampai kekal.  Yang selalu memelihara dan selalu ada di sepanjang sejarah hidup manusia, bahkan secara khusus bagi kita yang percaya kepada-Nya.  Karena itu, kiranya kita selalu mengijinkan Dia untuk menjadi nakhoda hidup kita. Hidup benar dan setia kepada-Nya, itulah tugas kita.

khotbah