Rabu, 10 Februari 2016

Saling Menanggung Beban



Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar  dalam roh lemah lembut , sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.  Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri. Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain. Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri. Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu. Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur  orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. Galatia 6:1-10.

Dalam buku Rosalyn Carter, “Helping Yourself Help Others (Membantu Diri Anda Menolong Orang Lain)” Ia mengatakan bahwa, "Hanya ada empat macam orang di dunia ini, yakni Mereka yang telah menjadi pemberi perhatian. Mereka yang baru saja menjadi pemberi perhatian. Mereka yang akan menjadi pemberi perhatian. Dan mereka yang akan membutuhkan pemberi perhatian. Ini mencakup kita semua."

Magic Johnson mengatakan bahwa “Jangan bertanya apa yang bisa orang lain lakukan untuk anda tetapi bertanyalah apa yang bisa anda lakukan untuk mereka.”

Dalam semua bidang kehidupan kita selalu berhubungan dengan orang lain.  Di dalam keluarga, di dalam pekerjaan, di dalam pelayanan dsb.  Tentu ketika kita mulai keluar dari diri, maka berbagai hal pahit dan manis akan datang silih berganti.  Realita kehidupan akan menjadi suatu bagian yang tak terelakan.  

Paulus memahami permasalahan yang sedang berkembang di dalam Jemaat Galatia. Fakta yang mengagumkan ternyata banyak dari mereka yang teguh dalam imannya serta tidak terkecoh oleh berbagai pengajaran yang sedang berkembang  itu, namun  Paulus tetap mengingatkan agar mereka tetap waspada sebab sebaik-baiknya seseorang dalam keimanannya, mereka harus tetap menjaga diri agar tidak tergelincir.  Tergelincir bukan karena dosa yang disengaja dilakukan oleh mereka tetapi waspada terdapat jalan yang licin atau lorong yang berbahaya karena kepasifan bahkan sikap acuh tak acuh hingga kecenderungan untuk segera menilai dan menghakimi dosa orang lain.  Itu sebab Paulus mengingatkan agar  mereka tidak menghakimi seseorang yang melakukan suatu pelanggaran, tetapi sebaiknya sebagai orang yang rohani mereka harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut sambil menjaga diri supaya jangan jatuh ke dalam pencobaan itu.  Dengan tidak menghakimi orang yang telah jatuh, sejatinya anda telah menolongnya untuk mengalami pemulihan diri.  Dan menghindari diri dari dosa yang tidak perlu.  Mereka yang jatuh dalam dosa seujurnya berada dalam kondisi yang lemah dan tak berdaya.  Maka sebagai orang yang kuat anda bertanggungjawab penuh untuk menolongnya bangkit dan berubah.  Tanda kematangan rohani seseorang dapat terlihat melalui kemampuan mereka menanggung dan peduli kepada saudara yang lemah. Sering berpuasa, bergereja dan rajin berdoa bukan jaminan kedewasaan rohani.  Seringkali ketika kita menemukan hal yang buruk reaksi kita begitu cepat, tetapi ketika kita menemukan hal yang baik, reaksi kita begitu lambat. Injil lama tersebar, sedangkan berita yang buruk demikian cepatnya menyebar. Dari sini kita melihat diri kita ternyata masih belum rohani. Ketika kita berada dalam persekutuan orang percaya seharusnya kita memiliki kerinduan untuk mencapai kedewasaan, menjadi matang, dipakai menjadi berkat dan alat bagi orang lain dan bukannya menuntut orang lain terus menerus melakukan sesuatu kepada kita. Tuhan Yesus mengatakan apa yang orang lain ingin perbuat padamu, lakukan itu juga pada mereka. Kalau kita ingin di dalam suatu persekutuan atau suatu lingkungan ada orang yang memperhatikan kita, maka kita perlu lebih dahulu memperhatikan orang lain. Kalau kita rindu kita sebagai orang berdosa diampuni, maka kita perlu juga mengampuni orang lain seperti apa yang tertulis dalam Doa Bapa Kami. Dewasa atau kematangan rohani tidak terlihat dari seberapa hebat kita telah tahu segala sesuatu dan mampu berteori tentang apa yang kita imani namun kedewasaan rohani terlihat dari bagaimana kita memperlakukan orang yang lemah dan bagaimana kita menolong mereka untuk menjadi kuat dan bertumbuh di dalam imannya kepada Tuhan.  Saya melihat begitu banyak orang yang kuat tidak mau menolong yang lemah, mereka terlalu bangga dengan kekuatannya dan bahkan menyombongkan diri.  Padahal bukankah suatu kenikmatan tersendiri bila seseorang yang kuat bisa menolong yang lemah? Jangan sampai saat kita kuat, yang lemah menjadi diperdaya dan menderita. Nanum tentu yang lemah tak serta merta boleh pasrah dengan keadaan hidupnya lalu meminta-minta dan mengabaikan tanggungjawabnya tetapi ia tetap harus bertanggungjawab atas hidupnya sendiri.  Namun akan sangat penting bila yang kuat biasa menolong mereka yang lemah agar mereka mengalami perubahan hidup.  Bukan hanya tentang ekomoni atau jasmani tetapi juga tentang kehidupan rohani yang saling mendukung dan menolong agar seseorang tidak larut dan jatuh dalam pencobaan itu.  

Mengapa kita perlu saling menolong karena kita adalah anggota tubuh Kristus.  Bukankah akan terlihat sangat indah bila sebagai sesama anggota kita bisa saling membantu dan menolong? Beban seseorang akan terasa lebih ringan bila ada yang lain menolongnya.  Bila dunia merasa aku adalah aku, dan kamu adalah kamu.  Maka kita perlu kembali suatu gambaran kehidupan keluarga, yaitu kamu adalah kita. Berbangga diri dan tanpa peduli akan menciptakan kematian rohani.  Namun harus kita akui dalam realitanya banyak orang dan lembaga Kristen yang bangga kepada dirinya bahkan menepuk dada sementara ada saudara dan lembaga yang lain menderita karena tak punya apa-apa dan penuh pergumulan.  Akankah kita menutup mata dan tak melakukan sesuatu karya kepada sesama?  Hanya mereka yang mata rohaninya terbuka akan berkata, “Demi Allah aku akan menolong mereka.”  Kesombongan kita hanya dapat dipatahkan dengan sikap rendah hati yang mau segera melayani dan mengorbankan diri demi sesama.  Tak selalu membuahkan pujian namun membuat mereka yang menerimanya menerima hidup yang limpah dan kita pun bergairah untuk melakukan kehendak Allah.  Ingatlah bila kita diijinkan Tuhan untuk berhasil berarti Tuhan mau agar keberhasilan kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang.  Kita banyak menerima dari-Nya, mari kita banyak memberi juga kepada sesama.  Tak ada kerugian bagi kita karena memang segala sesuatu adalah milik Dia saja.  Kita hanya sebagai pengelola apa yang Ia percaya. Apa yang dapat membuat kita bahagia, selain berbagi dan menolong sesama? Tentu tak ada yang lain, berbagi kepada sesama akan membuat kita lebih berbahagia dari semua yang ada.

Kata “memimpin’ di dalam bahasa Yunani juga mempunyai arti “memperbaiki.”  Sama seperti seoarang ahli bedah yang yang sedang memperbaiki tulang yang patah atau mengambil sesuatu yang tumbuh dalam tubuh seseorang. Tujuannya bukan untuk menyakiti atau menghakimi tetapi untuk menyembuhkan dan memperbaiki.  Keberhasilan yang telah kita capai tidak seharusnya membuat kita menjadi sombong dan angkuh.  Memang lebih mudah rasanya menepuk dada saat semuanya ada di tangan kita.  Namun untuk melawan rasa sombong di dalam diri, kita tidak boleh membandingkan keberhasilan kita dengan keberhasilan orang lain.  Dan tidak perlu menciptakan “persaingan” yang tak berguna antar sesama.  Karena kalau kita bisa meraih sesuatu dengan baik itu memang sudah seharusnya, tidak ada hebatnya.  Dan masih banyak orang yang lebih baik dan lebih hebat daripada kita. Produktivitas kehidupan sebagai orang percaya harus terus dibangun di dalam tubuh Kristus sebagai tanggungjawab kita kepada Tuhan.  Memusatkan perhatian pada diri sendiri tidak akan pernah menghasilkan apa-apa dan tidak akan pernah menyingkapkan tujuan hidup kita. Mengasihi Tuhan dan sesama seperti mengasihi diri sendiri itulah yang menjadi gairahnya.  Dengan berbuat demikian kita telah memenuhi hukum Kristus.  Hukum Kristus yang tak mementingkan diri sendiri tetapi mementingkan kehendak Allah dan mementingkan kehidupan manusia.  Ia rela menanggung beban yang seharusnya kita pikul di pundak-Nya tetapi dengan kasih Ia membiarkan diri-Nya mengambil beban itu dan menanggung beban itu dengan sukacita. 
Bertolong-tolonglah bukanlah suatu kalimat kiasan belaka tetapi sebuah pesan yang penuh makna.  Saat kita ambil bagian di dalamnya maka ada sebuah keajaiban yang terjadi, beban saudara kita terlepas dan diri kita pun merasa puas karena bisa mengulurkan tangan tanpa memberi batasan.  Kalau pun beban saudara kita tidak terlepas tetapi setidaknya kita pernah ada rasa bangga karena pernah menolongnya.  Ketika melayani di Tulung Agung saya merasa bahagia karena telah mengajar dua orang anak bermain keyboard di gereja mereka dan setelah ketemu mereka kemudian saya merasa bahagia karena apa yang pernah saya ajarkan membuat mereka bahagia dan mereka bermain musik lebih bagus dari saya.  Ketika kita menolong orang lain, ingat jangan pernah hitung untung atau ruginya bagi kita hitunglah betapa bahagianya meraka dan betepa bahagianya kita ketika melihat mereka bisa maju dengan luar biasa.  

Perlu sekali untuk diperhatikan bahwa ketika kita menolong seseorang, jangan pernah merasa gengsi atau merasa diri lebih penting daripada orang yang kita tolong. Karena sejatinya kita sejajar dengan dia.  Sejajar dalam arti bahwa kita adalah sesama saudara seiman.  Bila dalam keadaan yang demikian kita membutuhkan pertolongan, apa salahanya kita memperlakukan mereka seperti kita memperlakukan diri sendiri.  Tak ada suatu kehinaan saat kita turun ke bawah sekalipun.  Bukankah pemimpin yang kita kagumi adalah pemimpin yang mau mendengar dan mau turun langsung ke bawah.  Ia mau membantu dan menolong yang dibawa tanpa rasa gengsi dan menjaga jarak. Tekadang dibutuhkan telinga mau mendengar, tangan yang mau kotor dan kaki yang mau melangkah untuk keluar dari rasa bangga diri.  Kalau kita merasa diri berarti seharusnya kita mau menunjukkan kepada orang lain bahwa kita berarti dengan cara menolong mereka.  Namun bila kita merasa berarti tetapi tidak mau menolong sesama maka dipertanyakan keberartian kita.  Dan itu membuktikan bahwa sebetulnya kita tidak berarti.  Dengan demikian kita telah menipu diri sendiri.  Alkitab meberikan penjelasan yang sangat sederhana.  Orang yang berarti tentu mau hidup melayani namun bila tidak mau melayani sesungguhnya menunjukan bahwa sebetulnya orang itu tidak berarti, namun hanya merasa saja bahwa dirinya berarti. Itu sebab dikatakan bahwa baiklah tap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri. Dari hasil pekerjaan sendiri kita akan tahu bahwa sejatinya kita boleh berbangga atas apa yangtelah kita kerjakan.  Jangan sampai kebanggan kita hanya melihat karya orang lain.  Dan bangga dengan hasil orang lain.  Bukan hanya bangga tetapi merasa telah memberi penilaian diri berdasarkan apa yang telah orang lain perbuat itu.  Artinya kita hanya menumpang nama atas karya orang lain.  Atau hanya menumpang tenar atas pekerjaan orang lain.  Bukankah seharusnya masih-masing kita menorahkan karya yang dapat mengharumkan nama kita dan orang lain. Bukan numpang tenar belaka.  Secara logis setiap orang bertanggungjawab atas diri sendiri.  Dan tidak boleh melimpahkan kewajiban dan tanggunjawabnya kepada orang lain.  Kalau pun orang lain terlibat itu hanya merupakan bantuan yang meringankan beban dan bukan mengambil alih kewajiban dan tanggungjawab. Ketika prinsip ini disalah mengerti maka bisa membuat seseorang hidup tanpa bertanggungjawab.   

Di dalam hidup kita menyadari bahwa perlu adanya keseimbangan di dalam tubuh Kekristenan.  Paulus memaparkan suatu kebenaran tentang perlunya seorang Kristen yang telah menerima pengajaran membagikan harganya kepada yang memberikan pengajarannya.  Prinsipnya adalah tak boleh seseorang memiliki terlalu banyak, sementara saudara seimannya ada dalam kekurangan.  Seakan paulus ingin berkata bahwa, “Jika seseorang mengajar kamu mengenai kebenaran yang kekal itu, maka setidak-tidaknya wajarlah jika kamu memberikan kepadanya sebagian dari harta milikmu.” Berbagai tentu sangat menyenangkan.  Apalagi berbagi kepada orang yang melayani firman Tuhan.  Tak ada hal yang lebih indah selain kita menolong mereka yang berjuang dalam melayani di ladang Tuhan. Jika kita tidak mau berbagai bahkan kepada utusan Tuhan dan pekerjaan Tuhan pun kita tetap saja menaham maka sebenarnya kita telah menempatkan diri dalam kesesatan. Dan bisa masuk dalam perangkap sikap ketamakan. Jika sikap yang rendah atau tamak di benihkan dalam diri seseorang maka dia akan menulai hasilnya. Sikap ketamakan – jalan yang sesat menunai murka Tuhan.  Namun bila seseorang melakukan tindakan yang mulia Tuhan pun menganjarnya dengan kasih-Nya.  Kata jangan sesat bisa berarti “jangan tertipu” atau jangan membuat sebuah kesalahan.  Terkadang seseorang merasa tertipu dengan menaham berarti memiliki banyak namun ternyata tidak juga demikian, itu hanya menunjukan sifat kita yang tamak dan egois.  Tertipu oleh orang lain dan tertipu oleh diri sendiri.  Bahkan paulus berkata sifat seperti itu adalah sikap yang jahat.  Kehidupan yang tidak mau berbagi dimata Tuhan adalah jahat.  Dalam fakta kehidupan hari-hari memang manusia tidak pernah puas.  Dan tak pernah merasa bahwa sudah cukup.  Manusia mau meraih lagi dan lagi, tak penting caranya benar atau salah yang penting untung dan banyaknya yang diperoleh.  Dan banyak orang terjebak dalam hal yang demikian. 

khotbah