Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan
melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin
orang itu ke jalan yang benar dalam
roh lemah lembut , sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Bertolong-tolonganlah menanggung
bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia
berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri. Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka
ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang
lain. Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri. Dan
baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu
yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu. Jangan
sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang
ditabur orang, itu
juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia
akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia
akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Janganlah
kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya,
kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada
kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi
terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
Galatia 6:1-10.
Dalam
buku Rosalyn Carter, “Helping Yourself Help Others (Membantu Diri Anda Menolong
Orang Lain)” Ia mengatakan bahwa, "Hanya ada empat macam orang di dunia
ini, yakni Mereka yang telah menjadi pemberi perhatian. Mereka yang baru saja
menjadi pemberi perhatian. Mereka yang akan menjadi pemberi perhatian. Dan
mereka yang akan membutuhkan pemberi perhatian. Ini mencakup kita semua."
Magic
Johnson mengatakan bahwa “Jangan bertanya apa yang bisa orang lain lakukan
untuk anda tetapi bertanyalah apa yang bisa anda lakukan untuk mereka.”
Dalam
semua bidang kehidupan kita selalu berhubungan dengan orang lain. Di dalam keluarga, di dalam pekerjaan, di
dalam pelayanan dsb. Tentu ketika kita
mulai keluar dari diri, maka berbagai hal pahit dan manis akan datang silih
berganti. Realita kehidupan akan menjadi
suatu bagian yang tak terelakan.
Paulus
memahami permasalahan yang sedang berkembang di dalam Jemaat Galatia. Fakta
yang mengagumkan ternyata banyak dari mereka yang teguh dalam imannya serta
tidak terkecoh oleh berbagai pengajaran yang sedang berkembang itu, namun Paulus tetap mengingatkan agar mereka tetap
waspada sebab sebaik-baiknya seseorang dalam keimanannya, mereka harus tetap
menjaga diri agar tidak tergelincir.
Tergelincir bukan karena dosa yang disengaja dilakukan oleh mereka tetapi
waspada terdapat jalan yang licin atau lorong yang berbahaya karena kepasifan
bahkan sikap acuh tak acuh hingga kecenderungan untuk segera menilai dan
menghakimi dosa orang lain. Itu sebab Paulus
mengingatkan agar mereka tidak menghakimi
seseorang yang melakukan suatu pelanggaran, tetapi sebaiknya sebagai orang yang
rohani mereka harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah
lembut sambil menjaga diri supaya jangan jatuh ke dalam pencobaan itu. Dengan tidak
menghakimi orang yang telah jatuh, sejatinya anda telah menolongnya untuk
mengalami pemulihan diri. Dan
menghindari diri dari dosa yang tidak perlu.
Mereka yang jatuh dalam dosa seujurnya berada dalam kondisi yang lemah
dan tak berdaya. Maka sebagai orang yang
kuat anda bertanggungjawab penuh untuk menolongnya bangkit dan berubah. Tanda kematangan rohani seseorang
dapat terlihat melalui kemampuan mereka menanggung dan peduli kepada saudara
yang lemah. Sering berpuasa, bergereja dan rajin berdoa bukan jaminan
kedewasaan rohani. Seringkali ketika
kita menemukan hal yang buruk reaksi kita begitu cepat, tetapi ketika kita
menemukan hal yang baik, reaksi kita begitu lambat. Injil lama tersebar,
sedangkan berita yang buruk demikian cepatnya menyebar. Dari sini kita melihat
diri kita ternyata masih belum rohani. Ketika kita berada dalam persekutuan
orang percaya seharusnya kita memiliki kerinduan untuk mencapai kedewasaan,
menjadi matang, dipakai menjadi berkat dan alat bagi
orang lain dan bukannya menuntut orang lain terus menerus melakukan sesuatu kepada kita. Tuhan Yesus mengatakan apa yang
orang lain ingin perbuat padamu, lakukan itu juga pada mereka. Kalau kita ingin
di dalam suatu persekutuan atau suatu lingkungan ada orang yang memperhatikan
kita, maka kita perlu lebih dahulu memperhatikan orang lain. Kalau kita rindu
kita sebagai orang berdosa diampuni, maka kita perlu juga mengampuni orang lain
seperti apa yang tertulis dalam Doa Bapa Kami. Dewasa atau kematangan rohani
tidak terlihat dari seberapa hebat kita telah tahu segala sesuatu dan mampu berteori
tentang apa yang kita imani namun kedewasaan rohani terlihat dari bagaimana
kita memperlakukan orang yang lemah dan bagaimana kita menolong mereka untuk
menjadi kuat dan bertumbuh di dalam imannya kepada Tuhan. Saya
melihat begitu banyak orang yang kuat tidak mau menolong yang lemah, mereka
terlalu bangga dengan kekuatannya dan bahkan menyombongkan diri. Padahal bukankah suatu kenikmatan tersendiri
bila seseorang yang kuat bisa menolong yang lemah? Jangan sampai saat kita kuat, yang
lemah menjadi diperdaya dan menderita. Nanum tentu yang lemah tak serta merta boleh pasrah dengan keadaan
hidupnya lalu meminta-minta dan mengabaikan tanggungjawabnya tetapi ia tetap
harus bertanggungjawab atas hidupnya sendiri.
Namun akan sangat penting bila yang kuat biasa menolong mereka yang
lemah agar mereka mengalami perubahan hidup.
Bukan hanya tentang ekomoni atau jasmani tetapi juga tentang kehidupan
rohani yang saling mendukung dan menolong agar seseorang tidak larut dan jatuh
dalam pencobaan itu.
Mengapa kita perlu saling menolong
karena kita adalah anggota tubuh Kristus.
Bukankah akan terlihat sangat indah bila sebagai sesama anggota kita
bisa saling membantu dan menolong? Beban seseorang akan terasa lebih ringan bila ada yang
lain menolongnya. Bila dunia merasa aku
adalah aku, dan kamu adalah kamu. Maka
kita perlu kembali suatu gambaran kehidupan keluarga, yaitu kamu adalah kita. Berbangga diri dan tanpa peduli akan
menciptakan kematian rohani. Namun harus
kita akui dalam realitanya banyak orang dan lembaga Kristen yang bangga kepada
dirinya bahkan menepuk dada sementara ada saudara dan lembaga yang lain
menderita karena tak punya apa-apa dan penuh pergumulan. Akankah kita menutup mata dan tak melakukan
sesuatu karya kepada sesama? Hanya
mereka yang mata rohaninya terbuka akan berkata, “Demi Allah aku akan menolong
mereka.” Kesombongan kita hanya dapat
dipatahkan dengan sikap rendah hati yang mau segera melayani dan mengorbankan
diri demi sesama. Tak selalu membuahkan
pujian namun membuat mereka yang menerimanya menerima hidup yang limpah dan
kita pun bergairah untuk melakukan kehendak Allah. Ingatlah bila kita diijinkan Tuhan untuk
berhasil berarti Tuhan mau agar keberhasilan kita bisa menjadi berkat bagi
banyak orang. Kita banyak menerima
dari-Nya, mari kita banyak memberi juga kepada sesama. Tak ada kerugian bagi kita karena memang
segala sesuatu adalah milik Dia saja.
Kita hanya sebagai pengelola apa yang Ia percaya. Apa yang dapat membuat
kita bahagia, selain berbagi dan menolong sesama? Tentu tak ada yang lain,
berbagi kepada sesama akan membuat kita lebih berbahagia dari semua yang ada.
Kata “memimpin’ di dalam bahasa
Yunani juga mempunyai arti “memperbaiki.”
Sama seperti seoarang ahli bedah yang yang sedang memperbaiki tulang
yang patah atau mengambil sesuatu yang tumbuh dalam tubuh seseorang. Tujuannya
bukan untuk menyakiti atau menghakimi tetapi untuk menyembuhkan dan memperbaiki. Keberhasilan yang telah kita capai tidak
seharusnya membuat kita menjadi sombong dan angkuh. Memang lebih mudah rasanya menepuk dada saat
semuanya ada di tangan kita. Namun untuk
melawan rasa sombong di dalam diri, kita tidak boleh membandingkan keberhasilan
kita dengan keberhasilan orang lain. Dan
tidak perlu menciptakan “persaingan” yang tak berguna antar sesama. Karena kalau kita bisa meraih sesuatu dengan
baik itu memang sudah seharusnya, tidak ada hebatnya. Dan masih banyak orang yang lebih baik dan
lebih hebat daripada kita. Produktivitas kehidupan sebagai orang percaya harus
terus dibangun di dalam tubuh Kristus sebagai tanggungjawab kita kepada
Tuhan. Memusatkan perhatian pada diri
sendiri tidak akan pernah menghasilkan apa-apa dan tidak akan pernah menyingkapkan
tujuan hidup kita. Mengasihi Tuhan dan sesama seperti mengasihi diri sendiri
itulah yang menjadi gairahnya. Dengan
berbuat demikian kita telah memenuhi hukum Kristus. Hukum Kristus yang tak mementingkan diri
sendiri tetapi mementingkan kehendak Allah dan mementingkan kehidupan
manusia. Ia rela menanggung beban yang
seharusnya kita pikul di pundak-Nya tetapi dengan kasih Ia membiarkan diri-Nya
mengambil beban itu dan menanggung beban itu dengan sukacita.
Bertolong-tolonglah bukanlah suatu
kalimat kiasan belaka tetapi sebuah pesan yang penuh makna. Saat kita ambil bagian di dalamnya maka ada
sebuah keajaiban yang terjadi, beban saudara kita terlepas dan diri kita pun
merasa puas karena bisa mengulurkan tangan tanpa memberi batasan. Kalau pun beban
saudara kita tidak terlepas tetapi setidaknya kita pernah ada rasa bangga
karena pernah menolongnya. Ketika melayani
di Tulung Agung saya merasa bahagia karena telah mengajar dua orang anak
bermain keyboard di gereja mereka dan setelah ketemu mereka kemudian saya
merasa bahagia karena apa yang pernah saya ajarkan membuat mereka bahagia dan
mereka bermain musik lebih bagus dari saya.
Ketika kita menolong orang lain, ingat jangan pernah hitung untung atau
ruginya bagi kita hitunglah betapa bahagianya meraka dan betepa bahagianya kita
ketika melihat mereka bisa maju dengan luar biasa.
Perlu sekali untuk diperhatikan bahwa
ketika kita menolong seseorang, jangan pernah merasa gengsi atau merasa diri
lebih penting daripada orang yang kita tolong.
Karena
sejatinya kita sejajar dengan dia.
Sejajar dalam arti bahwa kita adalah sesama saudara seiman. Bila dalam keadaan yang demikian kita
membutuhkan pertolongan, apa salahanya kita memperlakukan mereka seperti kita
memperlakukan diri sendiri. Tak ada suatu kehinaan saat kita turun ke
bawah sekalipun. Bukankah pemimpin yang
kita kagumi adalah pemimpin yang mau mendengar dan mau turun langsung ke
bawah. Ia mau membantu dan menolong yang
dibawa tanpa rasa gengsi dan menjaga jarak. Tekadang dibutuhkan telinga mau
mendengar, tangan yang mau kotor dan kaki yang mau melangkah untuk keluar dari
rasa bangga diri. Kalau kita merasa diri
berarti seharusnya kita mau menunjukkan
kepada orang lain bahwa kita berarti dengan cara menolong mereka. Namun bila kita merasa berarti tetapi tidak
mau menolong sesama maka dipertanyakan keberartian kita. Dan itu membuktikan bahwa sebetulnya kita
tidak berarti. Dengan demikian kita
telah menipu diri sendiri. Alkitab
meberikan penjelasan yang sangat sederhana.
Orang yang berarti tentu mau hidup melayani namun bila tidak mau
melayani sesungguhnya menunjukan bahwa sebetulnya orang itu tidak berarti,
namun hanya merasa saja bahwa dirinya berarti. Itu sebab dikatakan bahwa
baiklah tap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri. Dari hasil pekerjaan
sendiri kita akan tahu bahwa sejatinya kita boleh berbangga atas apa yangtelah
kita kerjakan. Jangan sampai kebanggan
kita hanya melihat karya orang lain. Dan
bangga dengan hasil orang lain. Bukan
hanya bangga tetapi merasa telah memberi penilaian diri berdasarkan apa yang
telah orang lain perbuat itu.
Artinya kita hanya menumpang nama atas karya orang lain. Atau hanya menumpang tenar atas pekerjaan
orang lain. Bukankah seharusnya
masih-masing kita menorahkan karya yang dapat mengharumkan nama kita dan orang
lain. Bukan numpang
tenar belaka. Secara logis setiap orang
bertanggungjawab atas diri sendiri. Dan
tidak boleh melimpahkan kewajiban dan tanggunjawabnya kepada orang lain. Kalau pun orang lain terlibat itu hanya
merupakan bantuan yang meringankan beban dan bukan mengambil alih kewajiban dan
tanggungjawab. Ketika prinsip ini disalah mengerti maka bisa membuat seseorang
hidup tanpa bertanggungjawab.
Di dalam hidup kita menyadari bahwa
perlu adanya keseimbangan di dalam tubuh Kekristenan. Paulus memaparkan suatu kebenaran tentang
perlunya seorang Kristen yang telah menerima pengajaran membagikan harganya
kepada yang memberikan pengajarannya.
Prinsipnya adalah tak boleh seseorang memiliki terlalu banyak, sementara
saudara seimannya ada dalam kekurangan.
Seakan paulus ingin berkata bahwa, “Jika seseorang mengajar kamu
mengenai kebenaran yang kekal itu, maka setidak-tidaknya wajarlah jika kamu
memberikan kepadanya sebagian dari harta milikmu.” Berbagai tentu sangat
menyenangkan. Apalagi berbagi kepada
orang yang melayani firman Tuhan. Tak
ada hal yang lebih indah selain kita menolong mereka yang berjuang dalam
melayani di ladang Tuhan. Jika kita tidak mau berbagai bahkan kepada utusan
Tuhan dan pekerjaan Tuhan pun kita tetap saja menaham maka sebenarnya kita
telah menempatkan diri dalam kesesatan. Dan bisa masuk dalam perangkap sikap
ketamakan. Jika sikap yang rendah atau tamak di benihkan dalam diri seseorang
maka dia akan menulai hasilnya. Sikap ketamakan – jalan yang sesat menunai
murka Tuhan. Namun bila seseorang
melakukan tindakan yang mulia Tuhan pun menganjarnya dengan kasih-Nya. Kata jangan sesat bisa berarti “jangan
tertipu” atau jangan membuat sebuah kesalahan.
Terkadang seseorang merasa tertipu dengan menaham berarti memiliki
banyak namun ternyata tidak juga demikian, itu hanya menunjukan sifat kita yang
tamak dan egois. Tertipu oleh orang lain
dan tertipu oleh diri sendiri. Bahkan
paulus berkata sifat seperti itu adalah sikap yang jahat. Kehidupan yang tidak mau berbagi dimata Tuhan
adalah jahat. Dalam fakta kehidupan
hari-hari memang manusia tidak pernah puas.
Dan tak pernah merasa bahwa sudah cukup.
Manusia mau meraih lagi dan lagi, tak penting caranya benar atau salah
yang penting untung dan banyaknya yang diperoleh. Dan banyak orang terjebak dalam hal yang
demikian.