Kisah Para Rasul 4:23-37
Pendahuluan
Sebuah pribahasa Vietnam berkata, “kedekatan saudara sekandung itu seperti kedekatan tangan dengan kaki.” Itu artinya bahwa kedekatan persaudaraan itu adalah sebuah kedekatan yang tak terpisahkan, dengan memisahkan yang satu dari yang lain itu berarti menimbulkan rasa sakit diantara keduanya. Bahkan bisa menimbulkan kematian, secara mental, fisik, dan rohani.
Di dalam Yesus Kristus kita meyakini dengan iman bahwa kita semua adalah satu. Setelah kita percaya kepada Yesus Kristus, kita harus mengerti bahwa kita tidak seorang diri, kita memiliki sahabat, kita memiliki saudara, kita memiliki komunitas yaitu orang percaya.
Coba kita perhatikan pohon bambu, jika tumbuh benih yang baru tidak memisahkan diri dari bambu yang lain, namun sebaliknya ia menyatukan dirinya dengan bambu yang lainya sehingga dia terus tetap tumbuh dengan baik. Saat badai, angin keras datang bambu tersebut tetap terjaga karena ditopang oleh bambu yang sudah kuat.
Waktu kita perhatikan perkembangan jemaat di dalam kisah para rasul, secara keseluruhan semuanya itu terjadi karena dua “Kuasa kesatuan orang percaya”.
- Kuasa kesatuan orang percaya dengan Allah ay. 23-31
Saat kita membaca Kisah Para Rasul 4:23, dikatakan, sesudah dilepaskan pergilah Petrus dan Yohanes kepada teman-teman mereka, mereka menceriterakan segala sesuatu yang dikatakan imam-imam kepala dan tua-tua kepada mereka. Mengapa Petrus dan Yohanes ditahan? Karena mereka mengajar orang banyak dan memberitakan, bahwa dalam nama Yesus ada kebangkitan dari antara orang mati (4:3). Apa yang dikatakan oleh imam-imam kepala dan tua-tua itu? Mereka diperintahkan, supaya sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus(4:18). Ketika teman-teman Petrus dan Yohanes mendengar hal tersebut, mereka sepakat untuk berdoa kepada Allah. Mengapa mereka memilih untuk berdoa? Karena di dalam doa ada sebuah kuasa, yaitu kuasa kesatuan orang percaya dengan Allah yang dipercayainya. Mereka tahu bahwa ketika mereka berdoa Tuhan tidak tinggal diam karena Dia adalah Allah yang hidup, mereka tidak mau menyerah, pasrah dengan keadaan tetapi mereka ingin merubah keadaan tersebut seturut pimpinan Tuhan.
Di dalam bukunya Stormie Omartian yang berjudul, Kuasa doa seorang suami dia berkata, apapun yang tidak Anda doakan dalam kehidupan Anda, sama saja Anda serahkan kepada nasib. Dalam kondisi tersebut orang-orang yang percaya tidak mau menyerahkan hidup mereka pada nasib, tapi mereka ingin menyerahkan hidup mereka dalam pimpinan Tuhan. Mereka berdoa kepada Tuhan, mereka perlu kekuatan Tuhan sebab Tuhan berkuasa atas langit dan bumi karena Dialah penciptanya. Mereka mengerti betul, meskipun bangsa-bangsa rusuh, suku-suku bangsa mereka perkara yang sia-sia, raja-raja dunia bersiap-siap, para pembesar berkumpul untuk melawan Tuhan yang telah di urapi, meski di dalam kota Herodes dan Pontius Pilatus telah berkumpul, bahkan semua suku, semua bangsa termasuk Israel melawan Yesus mereka tetap tidak gentar karena mereka tahu Yesus itu kudus, anak Allah yang hidup, yang dari semula telah ditatapkan oleh Allah menjadi nama yang layak diberitakan. Sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan. Keyakinan tersebut membuat mereka tidak gentar meski ada bahwa yang besar di depan. Mereka bukan hanya menghadapi pemerintah, tetapi mereka juga menghadapi rakyat-rakyat dan bangsanya sendiri.
Di sini saya perhatikan, ketika kita ingin berjuang demi nama Tuhan, kita bukan hanya menghadapi pemerintah, tetapi juga lingkungan sekitar kita, selain itu kita berjuang menghadapi orang yang satu bangsa dengan kita. Karena orang satu bangsa belum tentu percaya kepada Tuhan Yesus. Waktu kita melayani Tuhan dengan setia, kita akan menghadapi berbagai tantangan, ancaman, persoalan-persoalan namun kita tidak perlu takut tapi kita minta kepada Tuhan keberanian, itulah juga yang diminta orang-orang percaya pada saat itu. Mereka meminta keberanian. Tanpa keberanian kita tidak mungkin menjadi orang percaya yang solit, yang bergairah, yang semangat, yang antusias. Dan keberanian semacam itu hanya bisa kita peroleh dari Tangan Tuhan. Sehingga keberanian yang diminta bukan supaya tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus diberhantikan. Tetapi mereka memohon supaya Tuhan mengulurkan tangan-Nya sehingga lebih banyak lagi mujizat terjadi.
Ini sebuah permintaan yang berani, sudah tahu pemerintah, suku2 bangsa, pembesar, Herodes, Pontius Pilatus, imam-imam kepala dan tua2 menentang mereka tetap saja minta mujizat terus di tambahkan. Tapi saya pikir kita perlu meniru semangat seperti ini, bukan meminta Tuhan memberhantikan tanda2 dan mujizat tetapi agar Tuhan semakin menambahkan mujizat dan tanda2 dinyatakan. Kalau kita dilarang ke gereja jangan berdoa kepada Tuhan supaya diijinkan berhenti bergereja tetapi minta keberanian kepada Tuhan untuk semakin semangat bergereja. Kalau persekutuan kita tidak banyak dihadiri orang jangan minta kepada Tuhan supaya persekutuan tersebut ditutup saja tetapi mintalah kepada Tuhan supaya kita semakin antusias bersekutu. Ini prinsip Alkitabiah.
Kita perhatikan kuasa yang muncul ketika mereka bersekutu dengan Allah, Alkitab berkata ketika mereka sedang berdoa (saat itu juga/ tidak menunggu) goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan Firman Allah dengan berani. Dengan kata lain, ketika kita bersekutu dengan Tuhan tidak ada yang sia-sia. Malah Firman Tuhan berkata ketika mereka sedang bersekutu dengan Tuhan di dalam doa, Tuhan saat itu juga mengulurkan tangan-Nya, membakar hati mereka dengan sebuah keberanian untuk memberitakan Firman Tuhan. Ini sesuatu yang sangat ajaib. Tuhan tidak menunda-nunda, karena doa/persekutuan seperti ini sesuai dengan kehendak-Nya.
- Kuasa kesatuan orang percaya dengan sesama yang telah percaya ay. 32-37
Mari kita perhatikan jemaat ini mempunyai ciri khas yang patut kita contoh, mereka bersekutu dengan Allah, mereka juga bersekutu dengan sesama. Kedekatan dengan sesama bukan hanya berbicara tentang jarak rumah yang dekat tetapi juga berbicara tentang hati dan jiwa yang dekat. Saya harap kita bukan hanya berada di persekutuan yang sama, gereja yang sama, empat tinggal yang sama, tetapi kita perlu membina hidup yang sehati dan sejiwa. Hati dan jiwa kita adalah sesuatu yang tidak terlihat kasat mata, tapi orang bisa melihat hati dan jiwa kita dari perbuatan yang kita lakukan. Sikap sehati sejiwa dapat terlihat dari rasa saling memiliki.
Jadi kita akan tahu kalau pasang suami istri sehati sejiwa adalah dari sikap rasa saling memiliki. Kalau kita merasa memiliki apakah kita akan memperlakukannya dengan sia-sia. Mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, memukulnya, membuangnya, menghinanya, dll. Saya rasa tidak, karena sikap sehati sejiwa dapat terlihat dari perilaku yang merasa saling memiliki. Kalau saya boleh tanya, gereja ini milik siapa? Tentu gereja ini milik Tuhan Yesus, tapi jangan hanya berhenti disitu karena gereja ini milik saya dan saudara juga, dengan kata lain gereja ini milik kita bersama. Dalam hal ini kita harus sehati. Dengan kesehatian seperti itu, kita mendukung pemberitaan injil yang disampaikan oleh hamba Tuhan. Bahkan sesama yang baru bergabung tidak merasa kurang diperhatikan. Mereka senang, betah, bergairah karena persekutuan yang terjalin dengan mesra di dalam Yesus. Bahkan masing-masing orang tidak segan-segan berkorban. Mereka menjual rumah, tanah, kepunyaannya untuk menjadi berkat bagi yang lain. Dapat kita perhatikan semangat yang luar biasa sebagai dampak persekutuan yang ajaib antara sesama orang percaya, mereka tidak segan2 menyerahkan hidupnya dan harta bendanya kepada rasul-rasul untuk memperluas pekerjaan Tuhan. Kalau orang sudah tidak segan2 memberikan harta untuk pekerjaan Tuhan maka kita akan tahu bahwa orang tersebut juga pasti tidak segan-segan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Puji Tuhan
Soli Deo Glory,
Nikodemus Rindin