Selasa, 10 Agustus 2010

2 Anak yang Hilang

2 Anak yang Hilang

Pendahuluan:

Lukas Pasal 15 ini secara keseluruhannya berisikan tiga perumpamaan yang Yesus sampaikan kepada orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, sebab pada saat itu mereka bersungut-sungut karena Yesus menerima orang berdosa untuk mendengarkan pengajaran-Nya dan bahkan Yesus makan bersama-sama orang-orang berdosa.

Pada perumpamaan pertama, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang domba yang hilang. Dan pada perumpamaan kedua, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang dirham yang hilang. Lalu yang ketiga, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang anak yang hilang.

Saya mau tanya:

1. Kalau saudara kehilangan domba atau binatang peliharaan bagaimana rasanya?
2. Kalau saudara kehilangan kalung emas beratnya 8 gram atau uang sebanyak Rp. 3 jt?
3. Kalau saudara kehilangan anak yang paling anda kasihi?

Pertanyaan yang kedua:

1. Kalau saudara menemukan domba atau biantang peliharaan bagaimana rasanya?
2. Kalau saudara menemukan kalung beratnya 8 gram atau uang sebanyak Rp. 3 jt?
3. Kalau saudara menemukan anak yang paling anda kasihi?

Yesus menyatakan bahwa kalau kita kehilangan sesuatu pasti kita mencarinya. Mencarinya dengan sekuat tenaga, pikiran, harapan bahwa yang hilang itu akan segera ditemukan. Kalau yang hilang itu kita temukan, maka reaksi yang patut adalah bersukacita, memberitahukan kepada orang lain, dan mengadakan pesta.

Isi:

Melihat pembicaraan Yesus dengan orang Farisi dalam perumpamaannya, maka saya dapat menyimpulkan bahwa kedua anak tersebut sama-sama hilang:

1. Anak bungsu hilang di luar rumah
Tindakan anak bungsu ini sangat radikal, Alkitab mengatakan bahwa anak bungsu itu meminta agar bapanya memberikan kepadanya harta warisan yang menjadi haknya. Setelah ia mendapatkan bagian warisan itu, beberapa hari kemudian, anak bungsu itu pergi menjual harta warisannya, lalu pergi ke negeri yang jauh. Firman Tuhan berkata, ia pergi ke negeri yang jauh itu bukan untuk bekerja, dan juga bukan dengan tujuan untuk studi, tetapi tujunnya hanya untuk memboroskan harta miliknya dan hidup berfoya-foya.
Saya melihat, anak bungsu ini sudah di kuasai dengan semangat hidup dengan spirit pikiran I’am Something (saya adalah sesuatu). Saya adalah sesuatu apanya? Saya adalah sesuatu karena saya memiliki sesuatu. Apa yang dia miliki? Anak sulung ini memiliki seorang ayah, memiliki kakak, dan mereka juga memiliki hamba, serta memiliki harta yang berlimpah. Salahkah dia memiliki? Tentu saja tidak salah. Tetapi kita melihat yang menjadi salah adalah anak bungsu ini mengabaikan kasih sayang ayahnya (ay. 13-14).
Semua ayah, saya yakin mengasihi anaknya. Selama bertahun-tahun si bungsu ini menikmati kasih sayang sang ayah. Apa yang ada di dalam rumah itu bisa ia nikmati dengan leluasa, sebab harta ayahnya adalah hartanya juga. Ia tidak usah bekerja banting tulang, apalagi menjadi penjaga babi karena mereka mempunyai pembantu. Ayahnya begitu mengasihi kedua anaknya. Tapi sayang, si bungsu tetap saja tidak bisa menikmati keadaannya yang lumayan enak itu. Ia memilih untuk keluar dari rumah dengan spirit i’am something. Dia tidak mau berada di bawah aturan bapaknya lagi tetapi dia ingin berada pada aturannya sendiri dengan bebas. Di sini kita menemukan ada spirit yang salah, yaitu spirit yang tidak terkontrol – “bebas”. Ada tiga hal yang bebas di lakukan si bungsu:

a. Bebas pergi kemana saja aku suka
Sebelum anak bungsu ini menerima haknya, ia tidak bebas pergi ke mana saja. Mau pergi olahraga, main ke rumah teman, dll, harus ijin sama bapaknya. Dia mau pergi ke pelacur tidak berani karena kalau kedapatan oleh bapaknya pasti dimarahi. Tetapi setelah ia menerima haknya, ia merasa bebas pergi ke mana saja, ia menjadikan itu sebagai kesempatan emas, lalu ia pergi ke negeri yang jauh dengan spirit bebas. Pergi ke tempat-tempat pelacuran bebas. Tidak ada ayah, tidak ada yang control, dan tidak ada yang memarahi “bebas”.
Apakah ini semangat kebebasan yang dianut oleh pemuda-pemudi zaman sekarang. Merasa bebas pergi ke mana saja anda suka? Anda pergi ke diskotik, pergi ke tempat perjudian, pergi ke tempat mabuk-mabukan, pergi ke tempat pelacuran. Saya mau katakan kalau anda menganut paham kebebasan yang seperti ini, maka saudara berada di jalur yang sangat berbahaya. Bukankah, mobil yang berbahaya adalah mobil yang melaju kencang tanpa rem. Kalau anda menghabiskan masa mudamu dengan kebebasan yang tidak terkontrol maka seumur hidupmu engkau akan menyesal.

b. Bebas mempergunakan uang
Si bungsu menerima haknya. Ia menjualnya dan menggunakan uang untuk sesuatu kesenangan sesaat saja. Ia mencari teman lalu makan minum tidak tekontrol, uang dihambur-hamburkan. Pernahkah si bungsu berpikir betapa susahnya orang tuanya mencari uang? Pernahkah ia berpikir tentang masa depannya? Itulah semangat kebebasan. Tidak berpikir tentang orang tua, tidak berpikir tentang masa depan. Semua uang yang dimiliki hanya dihabisi untuk kesenangan masa kini. Seolah-olah hari yang di miliki adalah saat ini saja. Hingga akhirnya hidupnya melarat.

c. Bebas mempergunakan waktu
Menurut anak bungsu ini, waktunya adalah berfoya-foya. Dia tidak mau tahu tentang masa depannya. Yang penting aku puas menikmati waktu sekarang ini. Karena itu ia membuang waktu mudanya untuk kepuasan sesaat. Saya tidak tahu berapa tahun orang muda ini mempergunakan waktunya untuk berfoya-foya. Padahal kalau kita mau hitung hidup kita padahal begitu singkat, cepat berlalu sehingga pemazmur berkata, ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikin rupa agar kami memperoleh hati yang bijaksana.
Hitung waktumu saudara, sekarang umur berapa, berapa yang sudah dipakai dan berapa yang masih sisa. Waktu itu begitu penting. Kita hidup 70 tahun kalau kuat 80, pergunakanlah waktu-waktu itu dengan bijaksana dan buahkan hidup yang bermakna. Agar kita tidak menjadi anak-anak bungsu yang menyesal kemudian.
Setelah anak bungsu itu menghambur-hamburkan uang, ia menjadi melarat sebab timbul kelaparan di negeri itu. Saya mau katakana kepada anda, sehebat apapun hidupmu, harta yang engkau miliki, gelar yang engkau raih, apabila hal itu dihambur-hamburkan suatu saat akan habis ditelan kemelaratan kalau engkau tidak hidup dengan bijaksana. Fakta inilah yang dialami si bungsu. Dulu kaya sekarang melarat. Ia sudah tidak bisa berpesta pora dengan teman-temannya karena teman-temannya dulu telah pergi. Sekarang kalau ia mau hidup, ia harus bekerja. Tapi pekerjaan apa yang cocok buat dia, sebab mengemis tidak mungkin kulitnya halus, licin – anak orang kaya gitu lho!, mana ada orang percaya kalau dia seorang pengemis.
Cari mencari, akhirnya ia mendapat pekerjaan yaitu menjadi penjaga babi. Anak orang kaya penjaga babi, kelaparan, malah mau makan ampas untuk makanan babi. Inikah yang dibilang bebas? Inikah yang pemuda-pemudi katakan gaul? Itukah yang dikatakan bisa mengatur diri sendiri?
Yang pasti anak muda ini, berada dalam kondisi tidak seperti yang ia janjikan tentang dirinya. Di dalam lamunannya, ia sadar bapaknya adalah orang yang berlimpah harta dan berlimpah makanan. Singkat cerita ia memutuskan untuk kembali ke rumah ayahnya, bukan sebagai anak tetapi sebagai salah seorang upahan. Mental yang tadinya sebagai anak berubah menjadi mental seorang upahan, karena ketidak layakannya disebut sebagai anak. Di sini kita menemukan spirit yang kedua dari anak tersebut, yaitu i’am nothing. Saya tidak ada apa-apanya tanpa sang ayah. Waktu punya sesuatu merasa jago tanpa ayah tidak apa-apa. Tapi setelah tidak ada apa-apa baru tahu kalau dia tidak ada apa-apanya. Bukankah begitu juga dengan kehidupan kita, waktu sehat, kehidupan enak, usaha sukses, berlimpah ruah, kita lupa dengan Tuhan malahan merasa tidak butuh Tuhan karena kita merasa saya punya sesuatu buat apa lho Tuhan bagi hidup gua. Tapi waktu kita mulai sakit-sakitan, keuangan menipis, kehidupan pas-pasan doa kita begitu keras disertai dengan air mata yang begitu deras, supaya Tuhan menolong saudara.
Waktu kehidupannya melarat, anak bungsu ini baru mengerti bahwa ayahnya sangat berarti bagi dia. Ia menyesal telah menyia-nyiakan kasih sayang ayahnya. Sampai akhirnya kita memperoleh spirit yang agung dari anak tersebut, yaitu God is everything. Bapaku adalah segalanya – uang bukan segalanya, teman bukan segalanya, pesta pora bukan segalanya,pergi ke pelacuran bukan segalanya. Tetapi Bapa, yaitu Allah, Dialah segalanya bagi kita. Puji Tuhan! Ia menyambut anak bungsu tanpa syarat. Ia menciumnya, menyediakan pakaiannya, mengadakan pesta, bahkan ia meberikan sepatu kepada anaknya itu. Apakah anda dan saya termasuk anak bungsu, marilah datang pada Tuhan – Ia berbahagia menyambut anda dan saya. Marilah kita berkata, Tuhan Engkaulah segalanya dalam hidupku dan mulai saat ini hidupku akan kutaruh di dalam-Mu seutuhnya dan untuk selamanya.

2. Anak sulung hilang di dalam rumah
Mungkin saudara berkata, ah Niko ini ada-ada aja, masak orang bisa hilang di dalam rumah. Saya katakan, sesuai dengan firman Tuhan ini, bisa!. Faktanya adalah anak sulung ini. Ia tinggal di dalam rumah tetapi tidak mampu merasakan kasih sayang ayahnya. Ia memang tidak meminta kepada bapaknya agar dibagikan warisan kemudian menjual dan memfoya-foyakannya. Ia juga tidak pernah melanggar perintah ayahnya. Dia anak yang baik. Kalau boleh saya tanya, seandainya pemuda ini ada di tengah –tengah kita, dan belum punya pacar, maukah anda yang perempuan kepada pemuda ini?
Anda yang berkata tidak mau jangan terburu-buru berkata, sebab ia seorang pemuda yang rajin bekerja, patuh terhadap orang tua, dan tidak boros, serta dia juga kaya. Tapi bagi anda yang berkata mau juga jangan terburu-buru untuk mengatakannya, sebab pemuda ini pemarah, dia tidak suka menerima orang berdosa, dan dia tidak menikmati kepunyaannya sendiri. Bagi anda yang berkata mau hendaklah memikirkan tiga hal di bawah ini:

1. Ia seorang pemarah
Kepulangan sang adik bukannya disambut dengan pelukan atau kegembiraan, tetapi si sulung memilih menyambutnya dengan sikap marah dan hati yang panas. Meskipun bapaknya membujuknya untuk ikut masuk dan bergembira bersama-sama. Mengapa saya menyarankan saudara harus berpikir terlebih dulu untuk mencintai pemuda ini. Sebab ia pemarah. Mengapa saya berkata dia pemarah, sebab di dalam suasana semua orang bersukacita dia marah, apalagi di saat dalam keadaan yang tidak senang. Contohnya, ia tidak ada kesempatan untuk bersenang-senang dengan teman-temannya. Maka, hati-hatilah memilih pacar apalagi kalau teman hidup. Karena bisa seumur hidup anda mengalami masa kesusahan. Di marahi terus. Saudara masak agak asin dimarahi, tawar dimarahi, asam dimarahi. Tidur ngorok dimarahi, pulang larut malam dimarahi. Pertama kali anda dimarahi mungkin anda berkata ini bunga cinta dari surga tetapi keseringan anda dimarahin anda mungkin akan berkata ini adalah bunga cinta dari neraka.
Kalau yang pemarah bukan hanya pemuda ini, tetapi saudara berkata saya juga orangnya pemarah. Berhentilah sebab kemarahan seringkali menimbulkan pertengkaran dan menghilangkan damai sejahtera. Mau hidupmu sejahtera atau keluargamu sejahtera? Berhentilah jadi pemarah.

2. Ia tidak suka orang berdosa bertobat (memaafkan)
Firman Tuhan berkata, kalau ada orang bertobat maka para malaikat di surga akan berkucita. Kalau ada orang berdosa pulang mengakui dosa harusnya kita senang, tetapi pemuda ini tidak senang. Ia bersungut-sungut sama seperti orang Farisi. Waktu Yesus menerima orang berdosa makan bersama dengan Dia, orang Farisi marah. Seolah-olah orang berdosa tidak layak diampuni, tidak layak dimaafkan. Harusnya orang berdosa dihukum, disingkirkan dan bahkan dibuang.
Tetapi sayang Allah kita bukan Allah yang langsung membuka kitab penghukuman, sebaliknya Ia membuka kitab kasih. Dalam kitab Yohanes kita menemukan isi hati Allah, karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang (berdosa) yang percaya (bertobat) kepada-Nya tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal.
Bagi saudara yang merasa diri begitu berdosa, kemudian karena anda merasa saking berdosanya saya, saya tidak bisa diampuni oleh Tuhan, saya berkata, pikiran seperti itu salah. Tuhan sanggup dan mau mengampuni dosamu, serusak apapun engkau. Buktinya, anak bungsu tetap ayahnya terima sebagai anaknya.
Tetapi bagi saudara yang begitu susah menerima orang berdosa yang telah bertobat, saya katakan teladanilah Allah yang telah menerima saudara tanpa syarat – meskipun saudara dan saya juga berdosa. Ampunilah mereka. Terimalah mereka. Bersukarialah bersama-sama orang yang bersukaria.

3. Ia tidak menikmati kepunyaannya sendiri
Seringkali setiap kita merasa bahwa kita tidak punya sesuatu padahal; mobil ada, rumah ada, anak ada, istri ada, suami ada, sekolah gelarnya juga lumayan, pokoknya semua fasilitas secara umum yang dibutuhkan kita mempunyainya. Mengapa hal ini bisa terjadi, sebab kita sering membandingkan kepunyaan kita dengan kepunyaan orang lain. Lama kelamaan kita tidak bisa menikmati yang kita punya. Kita membandingkan berkat yang kita terima dengan berkat orang lain. Kalau kita diberi Tuhan lebih, kita mengucap syukur dan kalau kurang maka kita bersungut-sungut.
Hal itu juga yang terjadi pada si sulung, bertahun-tahun bersama dengan ayahnya, ia tidak menikmati apa yang dia punya sebab ia membandingkan diri dengan si bungsu. Si bungsu mendapatkan haknya sepenuhnya sementara dirinya tidak. Padahal ayahnya mengatakan segala yang dimiliki ayahnya adalah milik si sulung juga. Sulung tetap tidak mengerti. Bagi dia kalau dirinya mendapatkan haknya baru dia bisa menikmati apa yang dia miliki. Ia bisa bersenang-senang bersama-sama dengan temannya juga seperti adiknya.
Saya mau tanya, apakah kita sudah menikmati apa yang kita miliki? Kalau sudah puji Tuhan. Tetapi kalau belum, belajarlah mulai dari sekarang nikmatilah apa yang saudara miliki, entah itu rumah, mobil, hape, computer, istri, suami, dan anak-anak. Berdoalah kepada Tuhan, mintalah pertolongan dari-Nya agar kita menikmati apa yang telah Ia berikan kepada kita.

4. Ia memiliki pandangan yang salah
Pandangan si sulung adalah orang baik patut diterima sedangkan orang jahat layak di hukum. Sebenarnya pandangan si sulung adalah pandangan kita sebagai manusia yang berdosa pada umum. Kita cenderung senang menerima orang yang baik dan benar sementara orang yang buruk dan jahat kita enggan menerimanya. Sehingga tidak heran kalau kita sering melakukan pemisahan-pemisahan. Antara kamu dan aku. Kamu orang berdosa, saya orang benar. Kamu orang miskin, saya orang kaya. Kamu anak majelis, saya anak pendeta, kamu anak IPS, saya anak IPA, kamu STT ini, saya STT itu.
Sikap seperti itu cenderung membawa kita pada batasan-batasan yang tidak perlu. Allah kita adalah Allah yang mau masuk pada lingkaran orang dosa. Ia senang menerima orang-orang yang datang kepada-Nya dengan hati yang hancur. Itulah gambaran kasih sang Bapa. Hati yang lapang akan mampu membawa kita masuk ke dalam persekutuan bersama-sama dengan orang-orang yang berbeda tanpa memberikan perbedaan-perbedaan.
Sekarang ini, apabila hatimu susah menerima seseorang yang kamu anggap menyakiti hati engkau, saya mengajak engkau berdoa, “Tuhan bawalah aku menjadi pribadi yang mampu mengampuni orang lain.” Amin

Sekarang coba tanya kepada diri kita masing-masing kita hilang di mana, di luar rumahkah atau di dalam rumah? Kalau saudara bingung biarkan teman saudara bertanya, anda hilang di luar rumahkah atau di dalam rumah? Tuhan Yesus mengundang anda dan saya yang hilang untuk datang kepada-Nya, Ia adalah Pribadi yang lembut dan rendah hati. Ia mau menerima kita amin.

Tidak ada komentar:

khotbah