"Karena itu beginilah jawab Tuhan:
Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di
hadapanKu, ...." (Yer 15:19a)
"Menjadi
pelayan sejati bagi sesama berarti selalu menerima kebahagiaan baru maupun kesusahan
baru; keduanya akan makin dalam dan makin tak terpisahkan seiring dengan makin
dalam dan makin rohaninya pelayanan itu. Orang yang memberi diri bagi orang
lain tidak akan pernah menjadi orang yang selalu bersedih atau pun selalu
bergembira" by Phillips Brooks
Kalimat yang
paradox di atas tentu bukan asal ditulis oleh Phillips Brooks, pada saatnya
seorang pelayan Tuhan akan mengerti maksud yang disampaikan dalam kalimat itu.
Yang pasti melayani Tuhan tidak selalu dalam kondisi yang susah, akan tetapi
tidak selalu bahagia. Susah dan bahagia akan datang silih berganti secara
bergantian. Dan kemampuan untuk menerima
keduanya adalah sebuah kebahagiaan bagi seorang hamba Tuhan. Di sinilah letak seni kehidupan yang sebenarnya. Tetap menaati dan melaksanakan panggilan Tuhan dalam segala situasi
kehidupan tentu sangat
menyenangkan.
Ternyata ada banyak orang yang menerima panggilan-Nya kemudian menjadi
menyimpang karena keadaan sulit yang mereka hadapi. Pertanyaannya kepada Tuhan, “mengapa Engkau
membawa aku ke tempat yang sulit ini? Bukankah aku ini sangat serius menanggapi
panggilan-Mu dan melayani Engkau? Mengapa Engkau tidak mencukupi kehidupanku? Membuat
pelayananku tidak berkembang? dan banyak hal lainnya.” Ada seribu satu pertanyaan yang dilontarkan
namun tak butuh jawaban. Dalam hal ini saya teringat ketika saya dan seorang teman melayani di
Bandung. Kehidupan ekonomi kami begitu sulit, maklum saja waktu itu kami baru lulus kuliah dan menjalani ikatan dinas
selama tiga tahun. Dengan dukungan
financial dari kampus. Terkadang harus berhemat sedemikian rupa agar kehidupan hari-hari bisa
berjalan sesuai dengan irama. Dapatkah
anda bayangkan berada di kota Bandung, melayani Tuhan dan perut dalam keadaan
lapar? Mungkin anda akan berkata itu hal bisa dalam pelayanan. Karena
image orang tentang hamba Tuhan adalah menanggung beban dan penderitaan. Tetapi bagi saya hal itu
luar biasa. Terlintas senjenak dalam pikirannya untuk mulai
mempertanyakan Tuhan. Dan serasa saya
ingin segera marah pada-Nya. Tuhan apakah Engkau tahu
pergumulanku? Mengapa Engkau tidak segera membuat suatu
keajaian? Dan
mengapa hal ini bisa terjadi? Hasilnya, dari semua pertanyan yang sayaajukan
tidak ada jawaban. Ya, memang terkadang
Tuhan sengaja tidak segera menjawab. Saya pun waktu itu tidak tahu Tuhan sedang melakukan hal apa? Apakah Tuhan sedang sibuk dengan urusannya yang
lain? Namun yang pasti tanpa saya sadari sebenarnya Tuhan sedang melatih
otot-otot rohani dan sendi-sendi keberimanan saya. Sehingga pagi-pagi
ketika saya bangun, saya mengambil gitar dan menaikan sebuah pujian: “Ku Tak
Akan Menyerah” pada apapun juga.
Setelah menyanyikan
lagu tersebut hati saya sangat
diteguhkan dan saya mulai kuat serta
memandang Tuhan dengan cara berbeda. Ya, saya tanpa Tuhan
tidak ada apa-apanya. Di dalam semua perkara yang saya alami, Ia
punya rencana. Di dalam dan melaluinya Tuhan sedang membentuk karakter dan
panggilan saya. Bersama-Nya,
saya telah dibawanya untuk melihat anugerah-Nya yang besar dan Ia punya rencana yang indah. Teman saya mendengarkan pujian itu, ia bangun
dari tempat tidurnya lalu kami menyanyikan pujian itu bersama-sama. Air mata mengalir di pipinya, kami memuji
Tuhan dengan haru dan sukacita. Ya, dalam segala nuansa kehidupan Tuhan punya rencana. Ia begitu
peduli dengan hamba-hamba-Nya. Dan
tak perlu dipertanyaan kesetiaannya. Sampai hari ini saya terus dibawa Tuhan untuk melihat tangan-Nya yang
sempuna memegang dan menuntun
serta membentukku.
Ayat firman Tuhan
di atas merupakan kisah seorang hamba Tuhan di
dalam Perjanjian Lama yang bernama Yeremia.
Ia sudah sangat frustasi dengan keadaan yang ada. Lalu merasa Tuhan seakan-akan tega melihatnya
sebagai manusia yang celaka dan diperlakukan seperti seorang yang sedang berhutang.
Ia merasa penderitaannya tidak berkesudahan, lukanya sulit untuk disembuhkan.
Sementara Tuhan terlihat seperti aliran
sungai yang terjal dan dalam yang tidak dapat
dipercayai. Inilah ungkapan Yeremia yang
sesungguhnya. Dia adalah seorang nabi
Tuhan, dan menghadapi situasi yang sangat berat. Namun dalam situasi yang berat itu Tuhan
berkata kepada Yeremia, “Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan
engkau menjadi pelayan di hadapanKu, ...." (Yer 15:19a).” Tuhan
adalah Allah yang tidak diam dengan keadaan yang terjadi. Baik pada diri sang pelayan maupun kepada segala
situasi yang ada di tengah masyarakat di sekitar kita. Dia adalah Allah yang berdaulat. Dia adalah Allah yang bertanggungjawab dan
memimpin kehidupan manusia. Sehingga dalam hal ini Ia
mengingatkan dan meneguhkan hati Yeremia, apabila Yeremia mau kembali maka
Tuhan akan mengembalikannya menjadi pelayan dihadapan-Nya. Bagi saya kalimat ini sangat agung. Bukan karena anda yang menawarkan diri untuk
dipakai Tuhan, tetapi Tuhanlah yang mau memakai Anda dan menjadikan engkau
pelayannya. Karena itu kita tidak perlu
sombong dengan karunia-karunia hebat yang Ia berikan kepada kita dan dengan segala talenta yang
ada. Karena ada satu hal yang penting
dan perlu, yaitu Anda
hanya perlu kembali kepada Tuhan. Maka ketika mulai
tergoda untuk mempertanyakan Tuhan. Harus selalu ingat bahwa Ia adalah Allah yang memiliki
ladang-Nya. Kita hanya alat saja yang
dilibatkan sebagai mitra dan hamba. Kembali kepada panggilan yang semula itulah yang Ia inginkan. Ia ingin memakai masing-masing kita sesuai dengan kerelaan
kehendak-Nya. Dan Ia mempunyai tujuan
dan panggilan khusus atas masing-masing kita.
Bila kita salah langkah dalam pelayanan dan Tuhan minta untuk kita
kembali, maka saran saya jangan keraskan hatimu. Meskipun terkadang engkau
mulai berkalkulasi dengan Tuhan.
Bagaimana tentang keuangan, bagaimana tentang masa depan dan bagaimana
tentang jabatan? Bagiamana dan setumpuk pertanyaan bagaimana lainnya? Semua
pertanyaan itu tidak akan berhenti sebelum anda tahu siapa yang berkata
kepadamu, “Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapanku.” Ia
adalah Allah yang hidup. Ia adalah Allah
yang berdaulat. Ia memandang engkau
lebih mulia daripada apa yang kita harapkan dan pikirkan. Dan Tuhan sungguh ingin memakai engkau
menjadi pelayan di hadapan-Nya. Inilah
yang mulia, kita melayani Raja di atas segala Raja. Tidak ada waktu yang
terlalu cepat atau terlalu terlambat untuk engkau kembali kepada-Nya.
Di dalam pelayanan apa yang saya alami, mungkin tidak sehebat apa yang
nabi Yeremia alami. Tetapi harus saya
akui bahwa kegelisahan, kegalauan dan pergumulan yang hebat juga sering
menghantam
dan mengecoh panggilan
saya. Tidak dihargai itu sudah biasa, pergumulan
tentang keuangan, mengalami fitnah dan dikejar-kejar menggunakan golok, itu pernah
saya alami. Tetapi apa hebatnya saya, tidak ada sama sekali, saya adalah
seorang pelayan-Nya saja. Hidup saya ada
di tangan-Nya. Menjadi milik kepunyaan-Nya itu sudah cukup.
Namun bagian yang paling penting dalam hidup adalah ketika Tuhan
meminta saya untuk kembali ke dalam panggilan-Nya yang semula. Melayani tidak sesuai dengan panggilan-Nya telah
membuat saya berada di zona nyaman dan merasa semuanya seakan berjalan baik-baik saja, tetapi ketika Ia
meminta saya untuk kembali kepada panggilan yang semula maka di dalam
pergumulan yang tak mudah, dan dengan berat saya harus memutuskan untuk
menanggapi panggilan-Nya dan bukan yang lain.
Beberapa teman mencoba untuk peduli dan berkata, “bagaimana dengan
kebutuhanmu?” apakah nanti kehidupanmu akan lebih baik? Kami tidak ingin Anda
menderita? Pertanyaan dan komentar yang
bagus dan yang tak dapat saya jawab. Itu
sangat mengiurkan. Namun dalam melayani Tuhan saya belajar
mengambil keputusan bukan berdasarkan pertimbangan materi, namun dengan pertimbangan
panggilan. Saya tidak terlalu bahagia dengan mendapatkan materi yang banyak dan
mungkin ini adalah pernyataan yang bodoh bagi dunia, tetapi saya akan bahagia
kalau saya hidup dalam panggilan Tuhan. Dalam segala hal saya belajar
bergantung pada Tuhan. Oleh karenanya dalam
pelayan saya, spirit pelayanan yang saya bangun tidak pernah saya bangun dalam
konsep materi dan kepentingan materi.
Dan saya hampir tidak pernah meminta uang kepada orang lain untuk
kebutuhan hidup saya. Bukan karena saya
tidak butuh, tetapi karena saya tahu bahwa Tuhan yang saya layani adalah Allah
yang sanggup menyediakan dan mencukupkan.
Panggilan Tuhan
adalah panggilan yang sudah sangat cukup bagi saya. Dan terlalu banyak pengalaman yang dapat
membuat saya belajar bahwa Tuhan idak pernah membiarkan orang-orang yang
dipanggil dan dipakai-Nya. Ayah saya seorang Pendeta dan sejak kecil saya sudah
tahu bagaimana kehidupan seorang hamba Tuhan. Saya tidak terlalu panik dengan
kesulitan-kesulitan hidup yang
dialami oleh seorang hamba Tuhan, dan tantangan demi
tantangan. Namun saya melihat pemeliharan dan campur tangan Tuhan yang sungguh
sempurna selalu nyata dan tak
terduga.
Pikirkanlah apa yang telah kita lakukan untuk pekerjaan Tuhan, dan yang akan kita lakukan bagi pelebaran
kerajaan-Nya. Lalu serahkan hidup kita
sepenuhnya kepada-Nya. Dia adalah Allah yang sangat peduli, yang tahu persis apa yang terbaik bagi kita.
Sekarang engkau dan
saya bukan adalah alat yang mulia
di tangan-Nya. Ia ingin kita kembali
pada panggilan-Nya. Jadilah pribadi-pribadi
yang menyukakan hati-Nya. Dan kembali kepada panggilanmu yang sesungguhnya.
Belum terlambat, Dia menunggumu.
Kembalilah. Itulah kebahagiaan kita yang sesunggunya. Dan Dia sudah menunggumu, sama seperti
seorang ayah yang menunggu anak bungsunya kembali dari negeri yang sangat jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar