Jumat, 23 Oktober 2015

Menjadi Pelayan Tuhan



"Karena itu beginilah jawab Tuhan: Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapanKu, ...." (Yer 15:19a)

"Menjadi pelayan sejati bagi sesama berarti selalu menerima kebahagiaan baru maupun kesusahan baru; keduanya akan makin dalam dan makin tak terpisahkan seiring dengan makin dalam dan makin rohaninya pelayanan itu. Orang yang memberi diri bagi orang lain tidak akan pernah menjadi orang yang selalu bersedih atau pun selalu bergembira" by Phillips Brooks

Kalimat yang paradox di atas tentu bukan asal ditulis oleh Phillips Brooks, pada saatnya seorang pelayan Tuhan akan mengerti maksud yang disampaikan dalam kalimat itu. Yang pasti melayani Tuhan tidak selalu dalam kondisi yang susah, akan tetapi tidak selalu bahagia. Susah dan bahagia akan datang silih berganti secara bergantian.  Dan kemampuan untuk menerima keduanya adalah sebuah kebahagiaan bagi seorang hamba Tuhan.  Di sinilah letak seni kehidupan yang sebenarnya. Tetap menaati dan melaksanakan panggilan Tuhan dalam segala situasi kehidupan tentu sangat menyenangkan.  Ternyata ada banyak orang yang menerima panggilan-Nya kemudian menjadi menyimpang karena keadaan sulit yang mereka hadapi.  Pertanyaannya kepada Tuhan, “mengapa Engkau membawa aku ke tempat yang sulit ini? Bukankah aku ini sangat serius menanggapi panggilan-Mu dan melayani Engkau? Mengapa Engkau tidak mencukupi kehidupanku? Membuat pelayananku tidak berkembang? dan banyak hal lainnya.” Ada seribu satu pertanyaan yang dilontarkan namun tak butuh jawaban.  Dalam hal ini saya teringat ketika saya dan seorang teman melayani di Bandung. Kehidupan ekonomi kami begitu sulit, maklum saja waktu itu kami baru lulus kuliah dan menjalani ikatan dinas selama tiga tahun.   Dengan dukungan financial dari kampus.  Terkadang harus berhemat sedemikian rupa agar kehidupan hari-hari bisa berjalan sesuai dengan irama.  Dapatkah anda bayangkan berada di kota Bandung, melayani Tuhan dan perut dalam keadaan lapar? Mungkin anda akan berkata itu hal bisa dalam pelayanan.   Karena image orang tentang hamba Tuhan adalah menanggung beban dan penderitaan.  Tetapi bagi saya hal itu luar biasa.  Terlintas senjenak dalam pikirannya untuk mulai mempertanyakan Tuhan.  Dan serasa saya ingin segera marah pada-Nya.   Tuhan apakah Engkau tahu pergumulanku?  Mengapa Engkau tidak segera membuat suatu keajaian? Dan mengapa hal ini bisa terjadi? Hasilnya, dari semua pertanyan yang sayaajukan tidak ada jawaban.  Ya, memang terkadang Tuhan sengaja tidak segera menjawab.  Saya pun waktu itu tidak tahu Tuhan sedang melakukan hal apa? Apakah Tuhan sedang sibuk dengan urusannya yang lain? Namun yang pasti tanpa saya sadari sebenarnya Tuhan sedang melatih otot-otot rohani dan sendi-sendi keberimanan saya.  Sehingga pagi-pagi ketika saya bangun, saya mengambil gitar dan menaikan sebuah pujian: “Ku Tak Akan Menyerah” pada apapun juga.

Setelah menyanyikan lagu tersebut hati saya sangat diteguhkan dan saya mulai kuat  serta memandang Tuhan dengan cara berbeda. Ya, saya tanpa Tuhan tidak ada apa-apanya.  Di dalam semua perkara yang saya alami, Ia punya rencana. Di dalam dan melaluinya Tuhan sedang membentuk karakter dan panggilan saya.  Bersama-Nya, saya telah dibawanya untuk melihat anugerah-Nya yang besar  dan Ia punya rencana yang indah.  Teman saya mendengarkan pujian itu, ia bangun dari tempat tidurnya lalu kami menyanyikan pujian itu bersama-sama.  Air mata mengalir di pipinya, kami memuji Tuhan dengan haru dan sukacita. Ya, dalam segala nuansa kehidupan  Tuhan punya rencana.  Ia begitu peduli dengan hamba-hamba-Nya. Dan tak perlu dipertanyaan kesetiaannya.  Sampai hari ini saya terus dibawa Tuhan untuk melihat tangan-Nya yang sempuna memegang dan menuntun serta membentukku.

Ayat firman Tuhan di atas merupakan kisah seorang  hamba Tuhan di dalam Perjanjian Lama yang bernama Yeremia. Ia sudah sangat frustasi dengan keadaan yang ada.  Lalu merasa Tuhan seakan-akan tega melihatnya sebagai manusia yang celaka dan diperlakukan seperti seorang yang sedang berhutang. Ia merasa penderitaannya tidak berkesudahan, lukanya sulit untuk disembuhkan. Sementara Tuhan terlihat seperti aliran sungai yang terjal dan dalam yang tidak dapat dipercayai.  Inilah ungkapan Yeremia yang sesungguhnya.  Dia adalah seorang nabi Tuhan, dan menghadapi situasi yang sangat berat.  Namun dalam situasi yang berat itu Tuhan berkata kepada Yeremia, “Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapanKu, ...." (Yer 15:19a).”  Tuhan adalah Allah yang tidak diam dengan keadaan yang terjadi.  Baik pada diri sang pelayan maupun kepada segala situasi yang ada di tengah masyarakat di sekitar kita.  Dia adalah Allah yang berdaulat.  Dia adalah Allah yang bertanggungjawab dan memimpin kehidupan manusia.  Sehingga dalam hal ini Ia mengingatkan dan meneguhkan hati Yeremia, apabila Yeremia mau kembali maka Tuhan akan mengembalikannya menjadi pelayan dihadapan-Nya.  Bagi saya kalimat ini sangat agung.  Bukan karena anda yang menawarkan diri untuk dipakai Tuhan, tetapi Tuhanlah yang mau memakai Anda dan menjadikan engkau pelayannya.  Karena itu kita tidak perlu sombong dengan karunia-karunia hebat yang Ia berikan kepada kita dan dengan segala talenta yang ada.  Karena ada satu hal yang penting dan perlu, yaitu Anda hanya perlu kembali kepada Tuhan.  Maka ketika mulai tergoda untuk mempertanyakan Tuhan. Harus selalu ingat bahwa Ia adalah Allah yang memiliki ladang-Nya.  Kita hanya alat saja yang dilibatkan sebagai mitra dan hamba. Kembali kepada panggilan yang semula itulah yang Ia inginkan.  Ia ingin memakai masing-masing kita sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.  Dan Ia mempunyai tujuan dan panggilan khusus atas masing-masing kita.

khotbah