Maka
berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian
sujudlah ia dan menyembah, katanya: ”Dengan telanjang aku keluar dari kandungan
ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang
memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”
Dalam,
kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang
kurang patut.
Ayub
1:20-22
Mari
kita lihat kembali, hal apa yang terjadi pada Ayub, padahal pada
ayat:
- Saleh, Jujur; takut akan Allah dan menjauhi kejahatan
- Mempunyai 10 anak: 7 laki2 dan 3 perempuan
- Memiliki: 7000 ekor kambing domba, 3000 ekor unta, 500 psg lembu, 500 keledai betina, budak-budak dalam jumlah yang besar.
Kesesimpulannya:
Ayub adalah orang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Luar
biasa Ayub bukan? Ia kaya dalam tiga aspek:
- Kaya di dalam spiritual
- Kaya di dalam material
- Kaya di dalam sosial
Kita pasti senang dengan orang
seperti Ayub. Karena rohaninya hebat maka kita menjadikan dia sebagai
guru rohani kita. Karena secara material dia kaya, maka kita tentu tidak
susah mencari kerja padanya. Karena sosialnya tinggi, maka kita
menjadikan dia sebagai tokoh di dalam masyarakat kita.
Namun
pada ayat 13-19, kita menjumpai Ayub di timpa berbagai persoalan.
1. Ternaknya
habis di rampas dan di sambar api dari langit
2.
Ke sepuluh anaknya meninggal
Di dalam banyak hal kita berbeda dengan
Ayub. Kita bukan orang yang paling kaya, tidak punya anak sebanyak anak
Ayub, dan mungkin tidak hidup sesaleh dia. Tapi ada satu pengalaman
universal – yang pernah di alami semua orang adalah pernah sama-sama mengalami
kehilangan.
KEHILANGAN SIFATNYA UNIVERSAL
Kehilangan, siapa yang tidak pernah
mengalaminya?
Daud seorang raja pernah kehilangan
anaknya, ia berkata, “Anakku Absalom, Absalom, Anakku Absalom! Ah, kalau aku
mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!” 2 Samuel 18:33
Seorang ibu ditinggal mati oleh
putra kesayangan satu-satunya, ia membawa anak itu kepada tabib terpandai di
kotanya dan memohon agar anaknya di hidupkan kembali. Tabib itu berkata,
“oh mudah saja. Coba ibu cari sebutir kacang merah dari keluarga yang
tidak pernah mengalami kehilangan.” Setelah berkeliling berbulan-bulan
lamanya, ibu itu kembali kepada si tabib dengan tangan hampa. Kacang
merah mudah di cari, tetapi dari keluarga yang tidak pernah mengalami
kehilangan itulah yang tidak dijumpainya.
Jadi semua orang pernah mengalami
kehilangan. Orang kaya pernah. Orang miskin pernah. Orang
berpangkat pernah. Orang yang berkedudukan rendah pun pernah.
Termasuk saya pernah kehilangan.
KEHILANGAN
MENIMBULKAN AKSI
Pada
saat kehilangan, aski yang kita lakukan bisanya berupa:
Pertama,
Aksi muncul dalam bentuk kata-kata.
Kata-kata yang sering muncul biasanya MENGAPA?..mengapa ini bisa terjadi.
Mengapa ini terjadi pada keluargaku. Kata yang lain berupa, KALAU
SAJA…kalau ambulans tidak terlambat datang. Kalau saja, dia tidak
sakit. Pasti dia tidak,…
Ilustasi:
Tentara dalam gambar berkata, mengapa? Mengapa temanku mati?
Mengapa begitu cepat? Dan mengapa, mengapa lainnya.
Kedua, Aksi muncul dalam bentuk menangis. Kehilangan
memunculkan tangisan. Entah itu karena putus cinta, karena kematian,
karena pencuriaan, karena kebakaran dll.
Ketiga, Aksi muncul dalam bentuk tindakan. Waktu kehilangan
kita bisa memukul dada, memukul tembok, mengoyak jubah, mencukur kepala.
– tindakan yang extreme adalah merokok, minum mabuk, bahkan ada yang bunuh
diri.
Keempat, Aksi muncul dalam bentuk datang kepada Tuhan. Di
katakana Ayub sujud dan menyembah.
Ayub
dalam kehilangannya, ia memilih untuk mencari wajah Tuhan, mencari jawaban
dari-Nya.
Rupanya benar dengan berada di hadirat Tuhanlah, Ayub mengerti
sampai mengelurkan kalimat yang penting dari mulutnya, “Dengan telanjang aku
keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke
dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama
Tuhan!”(Ayub 1:21).
Puji
Tuhan! Dalam kehilangan Ayub, ia justru mendapatkan Tuhan yang luar
biasa. Seperti apakah Tuhan yang Ayub mengerti ketika ia sedang mengalami
kehilangan? Dalam kehilangan Ayub Ia mengerti bahwa:
I.
Tuhan yang menciptakan, Tuhan juga mengembalikan
Hidup manusia pada kedua ujungnya
telanjang.
Ujung pertama. Saya lahir dari rahim ibu kondisinya telanjang. Ada
di sini yang lahir pake pakaian? Tentu tidak bukan. Itu membuktikan
bahwa Tuhanlah yang merajut/ membentuk kita dalam kandungan ibu. Waktu
kita lahir terjadi kebahagiaan yang luar biasa. Orang tua mengadakan
ucapan syukur dan mengundang para tamu-tamu. Namun sebaliknya, ketika
kita mati, orang tua kita sedih dan para tamu ikut merasakan kesedihan
tersebut.
Ujung kedua. Saya mati dalam kondisi telanjang. Apa artinya
telanjang? Arti tidak membawa apa-apa. Kalau pun membawa sesuatu
semuanya itu tidak bisa saya nikmati. Saat kita mati, maka kita kembali
kepada Tuhan.
Istilah
Kembali kepada Tuhan dalam Alkitab bisa dimengerti di dalam beberapa
sudut.
1. Bertobat – percaya
kepada Yesus sebagai Juruselamat pribadi
2. Panggilan Tuhan untuk
membangun rohani
3. Meninggal dan harus
kembali kepada Tuhan
Di dalam Arti kesemuanya itu Allah
ingin kita kembali kepada Dia.
Ilusrasi: Ada seorang kaya
yang membawa satu kereta dengan kuda yang begitu besar dan kuat –
kehilangan arah – Tujuannya selatan tapi menuju utara. Ia berkata, Utara
dan selatan itu tak penting, yang penting kuda saya kuat, rodanya kuat dan
rumput masih banyak. Apa yang terjadi, makin kuat kuda, makin kuat roda,
dan makin banyak rumput kita semakin jauhlah kita tersesat.
II.
Tuhan yang memberi, Tuhan juga yang mengambil
Ayub menunjukan
bahwa semua yang kita miliki adalah pemberiaan yang berupa TITIPAN atau
PINJAMAN SEMENTARA. Karena itu boleh diambil kembali oleh
pemiliknyasewaktu-waktu. Maka sebenarnya, ketika titipan atau pinjaman
itu diambil, walau pun dengan berat hati sebenarnya kita tidak kehilangan,
karena semuanya itu bukan milik kita. Kita hanya mengembalikannya.
Dengan demikian, haruslah kita sadari bahwa kita hanyalah seorang
pengelola saja.
Harta adalah
titipan Tuhan, keluarga adalah titipan Tuhan. Jemaat adalah titipan
Tuhan. Semua adalah titipan dan bukan milik kita. Hanya dengan
pengertian tersebut kita berani melepaskan uang yang ada pada kita untuk Tuhan.
Melepaskan anak kita untuk menjadi hamba Tuhan. Dan melepas orang yang kita
kasihi kembali kepada Tuhan.
III.
Tuhan adalah Allah yang
layak dipuji
Ayub memuji Tuhan. Sebab dia
mengerti bahwa Allahlah yang mencipta sehingga semuanya ada. Allahlah
yang memberi sehingga semuanya tersedia. Dan Allahlah yang mengambil
sehingga semua orang kembali menghadap-Nya.
Dalam
kesemuanya itu Ayub masuk pada titik yang sangat penting. Bahwa
kehilangannya membawa dia tahu bahwa: Sang Pemberi (Allah) lebih
penting dari pada segala pemberiaannya. Pikiran bahwa sang
pemberi yang penting daripada pemberiannya harus kita maknai dalam hidup
ini. Pemberi itu berbicara tentang oknum/pribadi, yaitu Allah.
Tetapi pemberiaan berbicara tentang materinya; harta, keluarga, dan orang yang
kita kasihi. Jadi kalau kita mencari pasangan hidup yang kita lihat
pribadinya atau materinya. Di dalam salah satu acara stasiun TV yang
berjudul, take me out, para wanita pemilih, sering terjebak memilih cowok
atau pria yang berduit tanpa lebih dahulu tahu pribadi orang yang dipilih
seperti apa.
Waktu
Ayub tahu bahwa Tuhanlah segalanya bagi hidupnya, ia bangkit dari kesedihannya,
lalu memuji Allah.
KESIMPULAN
Dengan segala keterhilangan kita, di
dalam Tuhan ada jawabannya. Tuhan membawa Ayub pada titik demi titik
sehingga ia mampu berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan
ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang
memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”(Ayub 1:21). Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar