Selasa, 23 November 2010

Bertemu Tuhan dalam Kehilangan



Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: ”Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.  Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”
Dalam, kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
Ayub 1:20-22
Mari kita lihat kembali, hal apa yang terjadi pada  Ayub, padahal pada  ayat: 
  1. Saleh, Jujur; takut akan Allah dan menjauhi kejahatan
  2. Mempunyai 10 anak: 7 laki2 dan 3 perempuan
  3. Memiliki: 7000 ekor kambing domba, 3000 ekor unta, 500 psg lembu, 500 keledai betina, budak-budak dalam jumlah yang besar.
Kesesimpulannya: Ayub adalah orang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Luar biasa Ayub bukan? Ia kaya dalam tiga aspek:
  1. Kaya di dalam spiritual
  2. Kaya di dalam material
  3. Kaya di dalam sosial
Kita pasti senang dengan orang seperti Ayub.  Karena rohaninya hebat maka kita menjadikan dia sebagai guru rohani kita.  Karena secara material dia kaya, maka kita tentu tidak susah mencari kerja padanya.  Karena sosialnya tinggi, maka kita menjadikan dia sebagai tokoh di dalam masyarakat kita.
Namun pada ayat 13-19, kita menjumpai Ayub di timpa berbagai persoalan. 
1.    Ternaknya habis di rampas dan di sambar api dari langit
2.    Ke sepuluh anaknya meninggal
               
Di dalam banyak hal kita berbeda dengan Ayub.  Kita bukan orang yang paling kaya, tidak punya anak sebanyak anak Ayub, dan mungkin tidak hidup sesaleh dia.  Tapi ada satu pengalaman universal – yang pernah di alami semua orang adalah pernah sama-sama mengalami kehilangan.

KEHILANGAN SIFATNYA UNIVERSAL

Kehilangan, siapa yang tidak pernah mengalaminya? 
Daud seorang raja pernah kehilangan anaknya, ia berkata, “Anakku Absalom, Absalom, Anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!” 2 Samuel 18:33
Seorang ibu ditinggal mati oleh putra kesayangan satu-satunya, ia membawa anak itu kepada tabib terpandai di kotanya dan memohon agar anaknya di hidupkan kembali.  Tabib itu berkata, “oh mudah saja. Coba ibu cari sebutir  kacang merah dari keluarga yang tidak pernah mengalami kehilangan.”  Setelah berkeliling berbulan-bulan lamanya, ibu itu kembali kepada si tabib dengan tangan hampa.  Kacang merah mudah di cari, tetapi dari keluarga yang tidak pernah mengalami kehilangan itulah yang tidak dijumpainya.
Jadi semua orang pernah mengalami kehilangan.  Orang kaya pernah.  Orang miskin pernah.  Orang berpangkat pernah.  Orang yang berkedudukan rendah pun pernah.  Termasuk saya pernah kehilangan.

KEHILANGAN MENIMBULKAN AKSI

Pada saat kehilangan, aski yang kita lakukan bisanya berupa:

Pertama, Aksi muncul dalam bentuk kata-kata.  Kata-kata yang sering muncul biasanya MENGAPA?..mengapa ini bisa terjadi. Mengapa ini terjadi pada keluargaku.  Kata yang lain berupa,  KALAU SAJA…kalau ambulans tidak terlambat datang.  Kalau saja, dia tidak sakit.  Pasti dia tidak,…
Ilustasi: Tentara dalam gambar berkata, mengapa?  Mengapa temanku mati?  Mengapa begitu cepat?  Dan mengapa, mengapa lainnya.

Kedua, Aksi muncul dalam bentuk menangis.  Kehilangan memunculkan tangisan.  Entah itu karena putus cinta, karena kematian, karena pencuriaan, karena kebakaran dll.

Ketiga, Aksi muncul dalam bentuk tindakan.  Waktu kehilangan kita bisa memukul dada, memukul tembok, mengoyak jubah, mencukur kepala.  – tindakan yang extreme adalah merokok, minum mabuk, bahkan ada yang bunuh diri.

Keempat, Aksi muncul dalam bentuk datang kepada Tuhan.  Di katakana Ayub sujud dan menyembah.
Ayub dalam kehilangannya, ia memilih untuk mencari wajah Tuhan, mencari jawaban dari-Nya.
  
Rupanya benar dengan berada di hadirat Tuhanlah, Ayub mengerti sampai mengelurkan kalimat yang penting dari mulutnya, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.  Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”(Ayub 1:21). 

Puji Tuhan!  Dalam kehilangan Ayub, ia justru mendapatkan Tuhan yang luar biasa.  Seperti apakah Tuhan yang Ayub mengerti ketika ia sedang mengalami kehilangan? Dalam kehilangan Ayub Ia mengerti bahwa:

I.        Tuhan yang menciptakan, Tuhan juga mengembalikan

Hidup manusia pada kedua ujungnya telanjang.  

Ujung pertama. Saya lahir dari rahim ibu kondisinya telanjang.  Ada di sini yang lahir pake pakaian?  Tentu tidak bukan.  Itu membuktikan bahwa Tuhanlah yang merajut/ membentuk kita dalam kandungan ibu.  Waktu kita lahir terjadi kebahagiaan yang luar biasa.  Orang tua mengadakan ucapan syukur dan mengundang para tamu-tamu.  Namun sebaliknya, ketika kita mati, orang tua kita sedih dan  para tamu ikut merasakan kesedihan tersebut.

Ujung kedua. Saya mati dalam kondisi telanjang.  Apa artinya telanjang?  Arti tidak membawa apa-apa.  Kalau pun membawa sesuatu semuanya itu tidak bisa saya nikmati.  Saat kita mati, maka kita kembali kepada Tuhan. 

 Istilah Kembali kepada Tuhan dalam Alkitab bisa dimengerti di dalam beberapa sudut. 
1.       Bertobat – percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat pribadi
2.       Panggilan Tuhan untuk membangun rohani
3.       Meninggal dan harus kembali kepada Tuhan

Di dalam Arti kesemuanya itu Allah ingin kita kembali kepada Dia. 
Ilusrasi:  Ada seorang kaya yang membawa satu kereta  dengan kuda yang begitu besar dan kuat – kehilangan arah – Tujuannya selatan tapi menuju utara.  Ia berkata, Utara dan selatan itu tak penting, yang penting kuda saya kuat, rodanya kuat dan rumput masih banyak.  Apa yang terjadi, makin kuat kuda, makin kuat roda, dan makin banyak rumput kita semakin jauhlah kita tersesat.  

II.       Tuhan yang memberi, Tuhan juga yang mengambil

Ayub menunjukan bahwa semua yang kita miliki adalah pemberiaan yang berupa TITIPAN atau PINJAMAN SEMENTARA.  Karena itu boleh diambil kembali oleh pemiliknyasewaktu-waktu.  Maka sebenarnya, ketika titipan atau pinjaman itu diambil, walau pun dengan berat hati sebenarnya kita tidak kehilangan, karena semuanya itu bukan milik kita.  Kita hanya mengembalikannya.  Dengan  demikian, haruslah kita sadari bahwa kita hanyalah seorang pengelola saja.

Harta adalah titipan Tuhan, keluarga adalah titipan Tuhan.  Jemaat adalah titipan Tuhan.  Semua adalah titipan dan bukan milik kita.  Hanya dengan pengertian tersebut kita berani melepaskan uang yang ada pada kita untuk Tuhan. Melepaskan anak kita untuk menjadi hamba Tuhan. Dan melepas orang yang kita kasihi kembali kepada Tuhan.

III.    Tuhan adalah Allah yang layak dipuji

Ayub memuji Tuhan.  Sebab dia mengerti bahwa Allahlah yang mencipta sehingga semuanya ada.  Allahlah yang memberi sehingga semuanya tersedia.  Dan Allahlah yang mengambil sehingga semua orang kembali menghadap-Nya.

Dalam kesemuanya itu Ayub masuk pada titik yang sangat penting.  Bahwa kehilangannya membawa dia tahu bahwa:  Sang Pemberi  (Allah) lebih penting dari pada segala  pemberiaannya.  Pikiran bahwa sang pemberi yang penting daripada pemberiannya harus kita maknai dalam hidup ini.  Pemberi itu berbicara tentang oknum/pribadi, yaitu Allah.  Tetapi pemberiaan berbicara tentang materinya; harta, keluarga, dan orang yang kita kasihi.  Jadi kalau kita mencari pasangan hidup yang kita lihat pribadinya atau materinya.  Di dalam salah satu acara stasiun TV yang berjudul,  take me out, para wanita pemilih, sering terjebak memilih cowok atau pria yang berduit tanpa lebih dahulu tahu pribadi orang yang dipilih seperti apa.
Waktu Ayub tahu bahwa Tuhanlah segalanya bagi hidupnya, ia bangkit dari kesedihannya, lalu memuji Allah.

KESIMPULAN
                Dengan segala keterhilangan kita, di dalam Tuhan ada jawabannya.  Tuhan membawa Ayub pada titik demi titik sehingga ia mampu berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya.  Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”(Ayub 1:21). Amin.

Tidak ada komentar:

khotbah